Monday, July 29, 2013

Petra & Bangsa Nabatean

Petra (dari πέτρα petra, "batu" dalam bahasa Yunani; bahasa Arab: البتراء, al-Bitrā) adalah sebuah situs arkeologikal di Yordania, terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung yang membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Mati sampai Teluk Aqaba.


Petra adalah kota yang didirikan dengan memahat dinding-dinding batu di Yordania. Petra berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'batu'. Petra merupakan simbol teknik dan perlindungan.
Kata ini merujuk pada bangunan kotanya yang terbuat dari batu-batu di Wadi Araba, sebuah lembah bercadas di Yordania. Kota ini didirikan dengan menggali dan mengukir cadas setinggi 40 meter.

gunung2 batu seperti inilah yang berada disekeliling Petra
 
Petra terletak di tengah-tengah padang pasir yang luas di selatan Yordania, dan jalan menuju kesana adalah sebuah celah tebing yang dalam dan sempit disebut "Siq", yang menurut cerita penduduk lokal, celah tersebut tercipta ketika Musa memukul tebing itu dengan tongkatnya.
 
Celah di gunung batu bernama Siq


 Sejak sekitar 300 SM ke 100 AD, Petra berkembang dan menjadi ibukota kafilah bangsa Nabataeans, celah Siq membuat kota ini sulit diserang dan ditaklukkan karena sempit dan berkelok-kelok dan di beberapa tempat lebarnya tidak lebih dari dua meter saja, sehingga dapat menghalangi pasukan musuh untuk menyerbu kota tersebut.

celah sempit berliku



Siq ini sebenarnya adalah sebuah sebuah ngarai sempit sekitar satu mil panjangnya yang diapit oleh dua tebing yang tingginya mencapai 80 kaki. Siq (juga disebut "poros") adalah fitur geologi alami yang terbentuk dari perpecahan yang mendalam pada sandstone dan berfungsi sebagai jalur air yang mengalir ke Wadi Musa. Pada jalan Siq ini berdirilah salah satu pemandangan paling dramatis di dunia dari puing bekas kota Petra yang indah .... Al Khazneh .... yang sangat berharga

 
di kanan kiri celah terdapat pahatan arca dewa dan difoto ini terlihat bekas2 di tebing tempat pipa2 saluran air bangsa Nabatean
 
Pandangan pertama saat2 Al Khazneh mulai tampak



Al Khazneh
   Bangunan yang dipahatkan ke tebing dengan lebar 32 meter dan tinggi 43 meter.


 Al Khazneh adalah bangunan yang masih terlihat keindahannya. dinamakan Al Khazneh atau yang berharta, dikarenakan sebuah legenda mengatakan beberapa bandit pernah menyembunyikan harta rampasannya ditempat ini. Ada pula yang percaya bahwa harta firaun yang dibawa bani Israel juga disimpan di tempat ini. itulah mengapa ada bekas2 peluru didalam Al khazneh dikarenakan orang badui pernah menembakkan senjata mereka ke pasu yang berada didalam dengan harapan pasu tersebut terbuka dan harta didalamnya menjadi milik mereka (yang tentu saja pekerjaan sia2).

 

Semua bangunan yang ada di petra ini sangat kental terlihat pengaruh seni arsitektur Yunani  Al Khazneh di bagian atasnya terpahatkan gambar dewa dan dewi serta bentuk pahatannya mirip dengan pahatan bangsa Yunani. Ini yang membuat asal usul bangsa Nabatean ini masih menjadi perdebatan. Petra memang pernah diserang oleh athenaeus seorang panglima raja Antigonus, yang mengambil alih babilonia, penerus Alexander the Great, tapi kota ini tidak pernah jatuh ke tangan orang Seleucid tersebut.



Suku Nabatean membangun Petra dengan sistem pengairan yang luar biasa rumit. Terdapat terowongan air dan bilik air yang menyalurkan air bersih ke kota, sehingga mencegah banjir mendadak. Mereka juga memiliki teknologi hidrolik untuk mengangkat air.

Terdapat juga sebuah teater yang mampu menampung 4.000 orang. Kini, Istana Makam Hellenistis yang memiliki tinggi 42 meter masih berdiri impresif di sana.


Reruntuhan sebuah teater yang dpt menampung 3000 orang pada masanya. belum dipastikan apakah ini bangunan Nabatean atau Romawi


Kotanya Suku Nabatean
Petra yang bisa ditempuh sekitar 3-5 jam perjalanan darat dari kota Amman, Yordania, dulu adalah ibukota suku Nabatean, salah satu rumpun bangsa Arab yang hidup sebelum masuknya bangsa Romawi.


Sebenarnya, asal usul suku Nabatean tak diketahui pasti. Tapi ada yang berpendapat kalau bangsa Nabatean ini adalah keturunan jauh dari kaum Tsamud di Madain Saleh saudi Arabia sekarang. Mereka dikenal sebagai suku pengembara yang berkelana ke berbagai penjuru dengan kawanan unta dan domba.


Warga Petra awal adalah penyembah berhala. Dewa utama mereka adalah Dushara (Dzu as-Shara/Dusares}, yang disembah dalam bentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan. Dushara disembah berdampingan dengan Allat, dewi Bangsa Arab kuno.



Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.


Di akhir abad ke-4 Sebelum Masehi, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku Nabatean memberanikan diri mulai ikut dalam perdaganan dunia. Rute perdagangan dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia.


Suku Nabatean akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses, dengan berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari Arab bagian selatan dan India timur.

Letak yang strategis untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri dari orang asing itulah alasan suku Nabatean memutuskan untuk menetap di wilayah batu karang Petra.



Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk ke sana. Suku Nabatean akhirnya berhasil membuat kota internasional yang unik dan tak biasa.

Pada awalnya Petra dibangun untuk tujuan pertahanan. Namun belakangan, kota ini dipadati puluhan ribu warga sehingga berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah.


        
Pada tahun 106 Masehi, Romawi menguasai Petra, belum bisa dipastikan apakah melalui peperangan. ada beberapa ahli berpendapat bahwa tentara romawi menemukan kota itu dalam keadaan sepi karena seluruh penduduknya tewas, sehingga peran jalur perdagangannya melemah. Sekitar tahun 700 M, sistem hidrolik dan beberapa bangunan utamanya hancur menjadi puing. Petra pun perlahan menghilang dari peta bumi saat itu dan tinggal legenda.

Barulah pada tahun 1812, petualang Swiss, Johann Burckhardt memasuki kota itu dengan menyamar sebagai seorang muslim. Legenda Petra pun menyeruak kembali di zaman modern, dikenang sebagai simbol teknik dan pertahanan.


Dikelilingi Gunung

Petra di Yordania, adalah situs purbakala. Petra dikelilingi gunung. Di sini ada gunung setinggi 1.350 meter dari permukaan laut. Inilah kawasan tertinggi di areal ini yang disebut Gunung Harun (Jabal Harun) atau Gunung Hor atau El-Barra.

Jabal Harun. Tampak dipuncak adlh masjid tempat dimana dipercaya Harun as. dimakamkan dan dibawah adalah reruntuhan gereja

Gunung Harun paling sering dikunjungi orang. Para pengunjung percaya, di puncak Jabal Harun inilah, Nabi Harun meninggal dan dimakamkan oleh Nabi Musa.

Di abad ke-14 Masehi, sebuah masjid dibangun di sini dengan kubah berwarna putih yang terlihat dari berbagai area di sekitar Petra. Harun tiba di wilayah Yordania sekarang ketika mendampingi Nabi Musa membawa umatnya keluar dari Mesir dari kejaran Raja Fir'aun.

Di abad ke-1 Sebelum Masehi, Kerajaan Nabataea yang kaya dan kuat, menjangkau wilayah Damaskus di utara dan Laut Mati di selatan. Saat itu, Petra telah didiami sekitar 30 ribu penduduk. Di masa itulah dibangun kuil agung.

Tahun 100-an Masehi, Romawi pernah menguasai wilayah ini. Arsitektur di Petra pun terpengaruhi arsitektur Romawi. dan arsitektur Romawi sejak saat itu juga sedikit terpengaruh arsitektur Nabatean.

Pada 600 Masehi di Petra dibangun gereja. Abad ke-7 Masehi, Islam hadir, dan pada abad ke-14, makam Nabi Harun di Jabal Harun menjadi tempat keramat dari umat Islam, selain kaum Yahudi dan Kristiani.

Suatu riwayat menceritakan bahwa pada saat berusia 10 tahun, Nabi Muhammad SAW. pernah berkunjung ke gunung ini bersama pamannya.

Setelah Perang Salib di abad ke-12, Petra sempat menjadi 'kota yang hilang' selama lebih dari 500 tahun (lost city). Hanya penduduk lokal (suku Badui) di wilayah Arab yang mengenalnya.

No comments:

Post a Comment