Thursday, August 1, 2013

Kesesatan-kesesatan Ahmadiyah

Menganggap Ahmadiyah sebagai bagian dari kaum Muslimin merupakan kesesatan.
Salah sangka kalau menyatakan Ahmadiyah sebagai bagian dari kaum Muslimin. Menganggap Ahmadiyah sama dengan Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Hizbut Tahrir dan ormas Islam lainnya tentulah sangat keliru.
Memang banyak kaum Muslimin yang tidak mengerti dan menganggap Ahmadiyah sama dengan kaum muslimin lainnya lantaran jemaat Ahmadiyah juga melaksanakan shalat, tempat ibadahnya juga masjid, mengenakan kopyah.
Padahal ada perbedaan mendasar antara keduanya. Jadi bukan sekadar perbedaan furu’iyah (masalah cabang) tapi sudah berbeda secara akidah.
Kitab mereka, Tadzkirah—kitab yang dianggap memuat wahyu-wahyu suci, yang diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada si nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad—menjelaskan kesesatan nyata dari Ahmadiyah.
Kitab itu menyebut Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul setelah Rasulullah Muhammad SAW. Ini suatu yang sangat menyesatkan. Sebagaimana Tadzkirah hal: 496 disebutkan: “Wahai Ahmad (Mirza Ghulam Ahmad), kamu telah dijadikan sebagai seorang Rasul.”
Dan hal ini sangat bertentangan dengan Alquran Surat al-Ahzab: 40. Begitu pula bertentangan dengan banyak hadits yang menerangkan tidak adanya kenabian setelah wafatnya Rasululloh shallallahu alaihi wasallam, bahkan beliau menjuluki mereka yang mengaku nabi atau rasul sepeninggal beliau dengan julukan Dajjal. (lihat HR. Bukhari, no: 3609, dan HR. Muslim, no: 157)
Ahmadiyah mengklaim, bahwa kaum Muslimin yang tidak mengikuti ajaran sesat mereka adalah musuh. Ahmadiyah meyakini bahwa seorang Muslim yang tidak percaya kepada klaim Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul, maka ia itu adalah kafir karena dalam “wahyu setan” Tadzkirah hal. 402 tertulis “Musuh akan berkata, kamu bukanlah orang yang diutus (oleh Allah)” (saya-quulu al-‘aduwwu lasta mursalan).
Vonis pengafiran terhadap kaum Muslimin lainnya menyatakan, “Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul Alloh, maka ia telah kafir kepada nash Alquran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kaum kafir!” (al-Fazal hal. 5, Juni 1922).
Selain kesesatannya, Ahmadiyah juga merupakan antek penjajah Inggris. Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiyani dengan bangga memberikan testimoni, “Mayoritas orang yang menjadi pengikutku adalah para pegawai sipil pemerintah Inggris golongan eselon tinggi, pejabat teras dan para pengusaha milyarder, termasuk advokat (pengacara), pelajar yang silau dengan kemajuan Inggris dan para ulama yang menjadi antek pemerintah di masa lalu atau yang masih aktif menjadi “kacung” yang melayani mereka, sehingga memperoleh keridhaannya… Saya dan para ulama yang menjadi pengikutku bertugas mempropagandakan kebaikan-kebaikan pemerintah kolonial Inggris agar diterima di hati banyak orang.” (‘Ariidhah Ghu-laam al-Qaadiyanii 7/18)
Beragam kesesatan Ahmadiyah telah banyak diungkap. Salah satunya oleh Komite Fiqih Islam Internasional (Majma’ al-Fiqh al-Islami), yakni:
  • Meyakini bahwa Allah  seperti manusia, melakukan puasa, shalat, tidur, bangun, menulis dan bersalah, bahkan melakukan hubungan seksual.

  • Meyakini bahwa tuhan mereka berkebangsaan Inggris, yang berbicara kepada Mirza Ghulam Ahmad dengan bahasa Inggris.

  • Meyakini bahwa kenabian belum selesai dan masih akan terus ada, meyakini bahwa malaikat Jibril  turun kepada Mirza Ghulam Ahmad dan memberinya wahyu, meyakini bahwa tidak ada Alquran kecuali yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad.

  • Meyakini bahwa kitab suci mereka diturunkan dengan nama “al-Kitaab al-Mubiin”, dan itu bukan Alquran.

  • Meyakini bahwa perintah jihad tidak pernah ada dan mereka fanatik buta dengan keinginan penjajah Inggris, meyakini bahwa hukum khamar (miras), opium, narkotika dan zat adiktif lainnya tidak haram. Dan sangat sesatnya Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah anak tuhan.
Kesesatan-kesesatan Ahmadiyah tertuang dalam buku-buku, jurnal dan publikasi mereka sendiri, walaupun sekarang pengikut Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) selalu “berbohong” mengelaknya. Jadi masihkah Anda menganggap Ahmadiyah bagian dari kaum Muslimin?
Jemaat Ahmadiyah Bertaubat
Sebanyak 16 orang warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Selasa (27/3/2012) asal Kampung, Ciparay, Desa Cibeber, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat bertaubat dan menyatakan keluar dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Ikrar pertaubatan yang dibarengi pengucapan kembali dua kalimat syahadat disaksikan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cianjur di Aula Gedung Badan amil Zakat (BAZ), Cianjur. “Kami baru menyadari ternyata ajaran Ahmadiyah yang kami anut selama ini tidak benar,” ucap Komar, anggota Ahmadiyah yang bertaubat.
Seperti halnya di Cianjur, di kampung Tolenjeng Sukagalih, Tasikmalaya, sudah banyak juga Jemaat Ahmadiyah yang kembali mengucapkan dua kalimat syahadat. Di desa yang termaksud basis terbesar Ahmadiyah di Tasikmalaya ini sudah 72 orang yang kembali bersyahadat.
Salah satunya Kang Maman, saat berbincang dengan Media Umat, ia mengungkapkan kalau masuknya dia ke jemaat Ahmadiyah lantaran ketidaktahuannya terhadap ajaran-ajaran Ahmadiyah.
“Waktu itu saya lihat tidak ada perbedaan Ahmadiyah dengan umat Islam lainnya, kami waktu itu tetap menjalankan shalat seperti biasanya di masjid. Jadi kelihatannya tidak ada yang aneh, biasa aja,” ujarnya.
Setelah banyak peristiwa yang terjadi di tempat tinggalnya dan mengetahui sedikit demi sedikit kesesatan Ahmadiyah, ia dan istrinya kembali bersyahadat dan memeluk Islam. [] fatih mujahid

No comments:

Post a Comment