Menganggap Ahmadiyah sebagai bagian dari kaum Muslimin merupakan kesesatan.
Salah
sangka kalau menyatakan Ahmadiyah sebagai bagian dari kaum Muslimin.
Menganggap Ahmadiyah sama dengan Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Hizbut
Tahrir dan ormas Islam lainnya tentulah sangat keliru.
Memang
banyak kaum Muslimin yang tidak mengerti dan menganggap Ahmadiyah sama
dengan kaum muslimin lainnya lantaran jemaat Ahmadiyah juga melaksanakan
shalat, tempat ibadahnya juga masjid, mengenakan kopyah.
Padahal
ada perbedaan mendasar antara keduanya. Jadi bukan sekadar perbedaan
furu’iyah (masalah cabang) tapi sudah berbeda secara akidah.
Kitab
mereka, Tadzkirah—kitab yang dianggap memuat wahyu-wahyu suci, yang
diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada si nabi palsu Mirza
Ghulam Ahmad—menjelaskan kesesatan nyata dari Ahmadiyah.
Kitab
itu menyebut Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul setelah Rasulullah
Muhammad SAW. Ini suatu yang sangat menyesatkan. Sebagaimana Tadzkirah
hal: 496 disebutkan: “Wahai Ahmad (Mirza Ghulam Ahmad), kamu telah
dijadikan sebagai seorang Rasul.”
Dan
hal ini sangat bertentangan dengan Alquran Surat al-Ahzab: 40. Begitu
pula bertentangan dengan banyak hadits yang menerangkan tidak adanya
kenabian setelah wafatnya Rasululloh shallallahu alaihi wasallam, bahkan
beliau menjuluki mereka yang mengaku nabi atau rasul sepeninggal beliau
dengan julukan Dajjal. (lihat HR. Bukhari, no: 3609, dan HR. Muslim,
no: 157)
Ahmadiyah
mengklaim, bahwa kaum Muslimin yang tidak mengikuti ajaran sesat mereka
adalah musuh. Ahmadiyah meyakini bahwa seorang Muslim yang tidak
percaya kepada klaim Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul, maka ia itu
adalah kafir karena dalam “wahyu setan” Tadzkirah hal. 402 tertulis
“Musuh akan berkata, kamu bukanlah orang yang diutus (oleh Allah)”
(saya-quulu al-‘aduwwu lasta mursalan).
Vonis
pengafiran terhadap kaum Muslimin lainnya menyatakan, “Barangsiapa
mengingkari Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul Alloh, maka ia telah
kafir kepada nash Alquran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka
membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari
sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kaum kafir!” (al-Fazal hal. 5, Juni
1922).
Selain
kesesatannya, Ahmadiyah juga merupakan antek penjajah Inggris. Mirza
Ghulam Ahmad al-Qadiyani dengan bangga memberikan testimoni, “Mayoritas
orang yang menjadi pengikutku adalah para pegawai sipil pemerintah
Inggris golongan eselon tinggi, pejabat teras dan para pengusaha
milyarder, termasuk advokat (pengacara), pelajar yang silau dengan
kemajuan Inggris dan para ulama yang menjadi antek pemerintah di masa
lalu atau yang masih aktif menjadi “kacung” yang melayani mereka,
sehingga memperoleh keridhaannya… Saya dan para ulama yang menjadi
pengikutku bertugas mempropagandakan kebaikan-kebaikan pemerintah
kolonial Inggris agar diterima di hati banyak orang.” (‘Ariidhah
Ghu-laam al-Qaadiyanii 7/18)
Beragam
kesesatan Ahmadiyah telah banyak diungkap. Salah satunya oleh Komite
Fiqih Islam Internasional (Majma’ al-Fiqh al-Islami), yakni:
- Meyakini bahwa Allah seperti manusia, melakukan puasa, shalat, tidur, bangun, menulis dan bersalah, bahkan melakukan hubungan seksual.
- Meyakini bahwa tuhan mereka berkebangsaan Inggris, yang berbicara kepada Mirza Ghulam Ahmad dengan bahasa Inggris.
- Meyakini bahwa kenabian belum selesai dan masih akan terus ada, meyakini bahwa malaikat Jibril turun kepada Mirza Ghulam Ahmad dan memberinya wahyu, meyakini bahwa tidak ada Alquran kecuali yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad.
- Meyakini bahwa kitab suci mereka diturunkan dengan nama “al-Kitaab al-Mubiin”, dan itu bukan Alquran.
- Meyakini bahwa perintah jihad tidak pernah ada dan mereka fanatik buta dengan keinginan penjajah Inggris, meyakini bahwa hukum khamar (miras), opium, narkotika dan zat adiktif lainnya tidak haram. Dan sangat sesatnya Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah anak tuhan.
Kesesatan-kesesatan
Ahmadiyah tertuang dalam buku-buku, jurnal dan publikasi mereka
sendiri, walaupun sekarang pengikut Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
selalu “berbohong” mengelaknya. Jadi masihkah Anda menganggap Ahmadiyah
bagian dari kaum Muslimin?
Jemaat Ahmadiyah Bertaubat
Sebanyak
16 orang warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Selasa (27/3/2012)
asal Kampung, Ciparay, Desa Cibeber, Kecamatan Campaka, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat bertaubat dan menyatakan keluar dari Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Ikrar
pertaubatan yang dibarengi pengucapan kembali dua kalimat syahadat
disaksikan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cianjur di Aula Gedung
Badan amil Zakat (BAZ), Cianjur. “Kami baru menyadari ternyata ajaran
Ahmadiyah yang kami anut selama ini tidak benar,” ucap Komar, anggota
Ahmadiyah yang bertaubat.
Seperti
halnya di Cianjur, di kampung Tolenjeng Sukagalih, Tasikmalaya, sudah
banyak juga Jemaat Ahmadiyah yang kembali mengucapkan dua kalimat
syahadat. Di desa yang termaksud basis terbesar Ahmadiyah di Tasikmalaya
ini sudah 72 orang yang kembali bersyahadat.
Salah
satunya Kang Maman, saat berbincang dengan Media Umat, ia mengungkapkan
kalau masuknya dia ke jemaat Ahmadiyah lantaran ketidaktahuannya
terhadap ajaran-ajaran Ahmadiyah.
“Waktu
itu saya lihat tidak ada perbedaan Ahmadiyah dengan umat Islam lainnya,
kami waktu itu tetap menjalankan shalat seperti biasanya di masjid.
Jadi kelihatannya tidak ada yang aneh, biasa aja,” ujarnya.
Setelah
banyak peristiwa yang terjadi di tempat tinggalnya dan mengetahui
sedikit demi sedikit kesesatan Ahmadiyah, ia dan istrinya kembali
bersyahadat dan memeluk Islam. [] fatih mujahid
No comments:
Post a Comment