Monday, August 1, 2011

Napoleon dan perang

Peperangan era Napoleon adalah serangkaian peperangan yang terjadi selama memerintah Perancis (1799-1815).Napoleon Bonaparte. Perang ini terjadi (khususnya) di benua Eropa, tetapi juga dibeberapa tempat di benua lainnya dan merupakan kelanjutan dari perang yang dipicu oleh Revolusi Perancis di tahun 1789. Perang ini menyebabkan perubahan besar pada sistem militer di Eropa terutama artileri dan organisasi militer, dan juga pada masa inilah pertama kalinya diadakan wajib militer secara resmi sehingga jumlah tentara berlipat ganda.

Kekuatan Perancis dengan cepat berkembang, menaklukkan sebagian besar Eropa dan juga cepat ambruknya setelah mengalami kekalahan telak dari Rusia di tahun 1812. Setelah kekalahan ini Napoleon menyerah total, sehingga dinasti Bourbon kembali berkuasa di Perancis. Sementara itu wilayah kekaisaran Spanyol satu persatu daerah jajahannya mulai lepas akibat invasi Perancis, yang mengakibatkan lemahnya Spanyol sehingga memicu timbulnya revolusi di Amerika Latin.

Tidak ada kesepakatan para sejarawan untuk memastikan kapan Perang Revolusi Perancis berakhir dan peperangan era Napoleon dimulai. Beberapa tanggal yang diajukan antara lain :
  • Tanggal 9 November 1799, ketika Napoleon merebut kekuasaan di Perancis
  • Tanggal 18 Mei 1803, ketika Inggris dan Perancis melanggar gencatan senjata yang mereka sepakati sebelumnya
  • Tanggal 2 Desember 1804, ketika Napoleon mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar.
Peperangan era Napoleon berakhir ketika ia mengalami kekalahan dalam Pertempuran Waterloo (18 Juni 1815) dan disepakatinya pakta Paris yang kedua. Beberapa sumber sejarah (terutama di Inggris) menamakan peperangan dari tahun 1792 sampai 1815 ini dengan nama Perang Perancis Raya, atau sebagai babak penutup dari Perang 200 Tahun antara Inggris dan Perancis yang dimulai sejak tahun 1689 sampai dengan tahun 1815.

Latar Belakang

Revolusi Perancis telah membuat ancaman nyata bagi kerajaan-kerajaan lain di benua Eropa, dan hal ini menjadi persoalan yang lebih serius dengan ditangkapnya raja Louis XVI pada tahun 1792 serta hukuman mati terhadapnya di bulan Januari tahun 1793. Usaha pertama untuk memerangi Republik Perancis ini dimulai pada tahun 1792 ketika Austria, Kerajaan Sardinia, Kerajaan Napoli, Prusia, Spanyol, dan Kerajaan Britania Raya membentuk koalisi (selanjutnya disebut koalisi pertama). Dengan ditetapkan undang-undang Perancis yang baru, termasuk wajib militer secara serentak (levée en masse), pembaharuan sistem militer, dan perang secara total, memberi kontribusi yang nyata bagi kemenangan Perancis atas koalisi pertama. Perang berakhir ketika Austria dipaksa oleh Napoleon menerima syarat-syarat dalam perjanjian Campo Formio. Kerajaan Britania Raya menjadi satu-satunya kerajaan yang tersisa dari koalisi pertama yang anti Perancis sampai dengan tahun 1797.

Koalisi kedua dibentuk pada tahun 1798, terdiri dari beberapa bangsa : Austria, Britania Raya, Kerajaan Napoli, Kesultanan Utsmaniyah, Negara Kepausan, Portugal, dan Rusia. Napoleon Bonaparte, sang arsitek utama kemenangan Perancis tahun lalu atas koalisi pertama, melancarkan aksi militer ke Mesir (beberapa ilmuwan diikutsertakan dalam ekspedisi ini termasuk Jean Baptiste Joseph Fourier dan Jean-Francois Champollion).

Napoleon kembali ke Perancis pada tanggal 23 Agustus 1799. Kemudian ia mengambil alih kontrol pemerintahan pada tanggal 9 November 1799 dalam sebuah kudeta 18 Brumaire. Napoleon menata ulang sistem militer dan membuat pasukan cadangan untuk mendukung aksi militer di sekitar Rhine dan Italia. Di semua front pertempuran, Perancis lebih unggul. Di Italia, Napoleon memenangkan pertempuran dengan Austria di Marengo pada tahun 1800. Tetapi pertempuran yang paling menentukan terjadi di Rhein, wilayah Hohenlinden pada tahun 1800. Dengan kalahnya Austria ini, kekuatan koalisi kedua akhirnya hancur. Akan tetapi sekali lagi Britania Raya tetapi kuat dan memberi pengaruh yang besar kepada negara-negara lainnya agar selalu memusuhi Perancis dan Napoleon menyadari hal ini, tanpa kekalahan Inggris atau perjanjian damai dengannya maka dia tidak akan pernah mencapai perdamaian secara penuh di Eropa.

Perang Prancis-Inggris 1803-1814


Tidak seperti anggota koalisi lainnya, Inggris tetap berperang secara kecil-kecilan dengan Perancis. Dengan perlindungan dari armada lautnya yang sangat kuat (seperti yang diucapkan Admiral Jervis "Saya tidak menjamin bahwa Perancis tidak akan datang menyerang kita, tetapi saya menjamin bahwa mereka tidak akan datang lewat laut"), Inggris dapat tetap mensuplai dan mengadakan perlawanan didarat secara global selama lebih dari satu dekade. Bala tentara Inggris juga menyokong pemberontak di Spanyol melawan Perancis dalam perang Peninsular di tahun 1808-1814. Dilindungi oleh kondisi alam yang menguntungkan, serta dibantu dengan pergerakan gerilyawan yang sangat aktif, pasukan Anglo-Portugis ini sukses mengganggu pasukan Perancis selama beberapa tahun. Puncaknya pada tahun 1815, tentara Inggris memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Napoleon pada pertempuran Waterloo.

Dimahkotainya Napoleon
(dilukis oleh Jacques-Louis David)
Sebenarnya perjanjian damai (Treaty of Amiens) antara Inggris dan Perancis telah disepakati pada tanggal 25 Maret 1802. Tetapi kedua belah pihak tidak pernah mematuhinya. Aksi militer kedua belah pihak selalu merusak perjanjian ini seperti misalnya Perancis ikut andil dalam kericuhan sipil di Swiss (Stecklikrieg) dan menduduki beberapa kota di Italia, sementara Inggris menduduki Malta. Napoleon juga berusaha mengembalikan hukum kolonial di laut. Pada awal ekspedisi ini kelihatan sukses, akan tetapi dengan cepat berubah menjadi bencana. Komandan Perancis, juga saudara ipar Napoleon dan hampir sebagian besar tentaranya meninggal akibat wabah penyakit kuning, dan juga karena serangan musuh.
Napoleon menjadi Kaisar Perancis pada tanggal 18 Mei 1804 dan menobatkan dirinya sendiri sebagai penguasa Notre-Dame pada tanggal 2 Desember.

Selanjutnya Napoleon berencana untuk menginvasi Inggris, dengan menempatkan 180 ribu tentaranya disekitar kota Boulogne. Tetapi dia menyadari bahwa untuk memperoleh keberhasilan dalam rencana invasinya ini dia butuh angkatan laut yang kuat atau setidaknya mengalihkan perhatian angkatan laut Inggris dari selat Inggris. Disusunlah rencana yang kompleks untuk mengalihkan perhatian Inggris dengan menyerang posisi mereka di India barat, tetapi mengalami kegagalan ketika armada admiral Villeneuve kembali dari aksinya di tanjung Finisterre pada tanggal 22 Juli 1805. Angkatan laut Inggris memblokade Villeneuve di Cádiz sampai dia meninggalkannya pergi menuju Napoli pada tanggal 19 Oktober , tetapi komandan skuadron Inggris, Lord Nelson (Horatio Nelson) mengejarnya dan berhasil menghancurkan armada ini pada pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober, yang juga menjemput ajalnya akibat tembakan sniper Perancis (saat itulah disebut-sebut sebagai awal mula adanya penembak jitu yang membidik komandan regu, dan orang-orang penting sebagai sasarannya).

Setelah kekalahan ini, Napoleon tidak pernah lagi mempunyai kemampuan untuk menantang Inggris di laut, bahkan setelah itu semua rencana untuk menginvasi Inggris dibatalkan, dan mengalihkan perhatiannya lagi pada musuh di daratan. Pasukan Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.

Koalisi Ketiga 1805

Napoleon berencana menyerang Inggris, dan menyusun 180.000 tentara di Boulogne. Namun, untuk invasinya, ia membutuhkan keunggulan laut - atau paling tidak dapat memukul mundur Britania dari Selat Inggris. Rencana untuk menarik perhatian Britania dengan mengganggu jajahan mereka di India Barat gagal ketika armada Perancis-Spanyol dibawah Laksamana Villeneuve mundur setelah pertempuran Cape Finisterre pada 22 Juli 1805. Angkatan Laut Kerajaan memblokade Villeneuve di Cádiz sampai ia pergi menuju Naples pada 19 Oktober; skuadron Britania menangkap dan menaklukan armadanya dalam Pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober (komandan Britania, Lord Nelson, tewas dalam pertempuran). Napoleon tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menantang Britania di laut. Napoleon membatalkan semua rencananya untuk menyerang Kepulauan Britania, dan membalikan perhatiannya ke musuhnya di Benua Eropa sekali lagi. Tentara Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.

Situasi strategis keadaan Eropa tahun 1805 sebelum Perang Koalisi Ketiga
Pada bulan April 1805, Inggris dan Rusia menandatangani kesepakatan dengan tujuan mengusir Perancis dari Belanda dan Swiss. Austria ikut serta dalam aliansi ini setelah pencaplokan wilayah Genoa dan penobatan Napoleon sebagai Raja Italia pada tanggal 17 Maret 1805.

Austria memulai peperangan dengan menginvasi Bayern dengan bala tentaranya yang berjumlah 70 ribu jiwa dibawah pimpinan Karl Mack von Leiberich. Dengan segera tentara Perancis keluar dari Boulogne pada akhir Juli 1805 untuk menghadapinya. Keduanya bertemu di Ulm (25 September – 20 Oktober). Napoleon mengepung tentara Mack memaksanya menyerah. Dengan dikalahkannya tentara Austria diutara pegunungan Alpen (tentara lainnya dibawah pimpinan Archduke Charles berputar balik sehingga bertemu tentara Perancis lainnya pimpinan marsekal André Masséna di Italia), Napoleon menduduki Wina. Jauh di belakang garis supply-nya, ia berhadapan dengan bala tentara Austria-Rusia yang lebih besar dibawah komandan Mikhail Kutuzov, juga kaisar Alexander dari Russia turut serta. Pada tanggal 2 Desember, Napoleon menyerbu gabungan tentara dua negara ini yang berada di Moravia, Austerlitz (inilah kemenangan terbesar Napoleon). Napoleon hanya kehilangan 7 ribu tentaranya, sementara kerugian tentara gabungan sekitar 25 ribu jiwa.
Austria menandatangani kesepakatan Pressburg pada tanggal 26 Desember 1805 dan keluar dari koalisi. Perjanjian ini meminta Austria menyerahkan Venesia kepada Kekaisaran Perancis yang miliputi Italia dan Tyrol sampai dengan Bayern.

Dengan mundurnya Austria dari perang ini, tentara Napoleon mencatat kemenangan terus menerus di daratan, akan tetapi kekuatan penuh tentara Rusia belumlah ikut serta saat itu.

Kemenangan Terakhir Napoleon

Pertempuran Ligny adalah kemenangan terakhir Napoleon, tetapi tentara Prusia selamat dan akan memainkan peran penting dua hari kemudian dalam Pertempuran Waterloo. Dalam pertempuran ini, tentara Armée du Nord Perancis dibawah Napoleon Bonaparte menaklukan tentara Prusia dibawah Marsekal Blücher, didekat Ligny, Belgia.

Pertempuran ini terjadi pada 16 Juni 1815 di Ligny, Belgia. Pertempuran antara Prancis dan Prusia ini melibatkan setidaknya lebih dari 140.000 pasukan. Pasukan Prancis yang di komandai oleh Napoleon berjumlah 60.800 pasukan tentara. Sedangkan Pasukan Prusia yang dipimpin oleh Gebhard Von Blucher berjumlah 82.700 pasukan tentara. Walau pun pasukan Napoleon lebih sedikit jika dibandingkan oleh pasukan Prusia, namun kenyataannya pasukan Napoleon dapat memenangkannya.

Dampak dari pertempuran ini cukup mencengangkan, yaitu 25.500 jumlah korban. Jumlah korban dari pihak Napoleon berjumlah 11.500 korban tewas atau terluka. Lalu jumlah korban dipihak Gebhard yaitu 14.000 tewas atau terluka.

Para komandan Pertempuran Ligny
Gebhard Leberecht von Blücher.jpgNapoleon crop.jpg

Pertempuran Waterloo: Pertempuran Terakhir Napoleon

Pertempuran Waterloo terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di dekat kota Waterloo sekitar 15 km selatan ibukota Belgia, Brussels, merupakan pertempuran terakhir Napoleon. Kekalahan dalam perang ini menjadi penutup sejarahnya sebagai Kaisar Perancis. Pertempuran ini juga dicatat dalam sejarah sebagai penutup dari seratus hari sejak larinya Napoleon dari pulau Elba.

Kekalahan pasukan Perancis, di bawah pimpinan Napoleon melawan pasukan Inggris-Belanda-Jerman di bawah Jenderal Wellington dan sekutu Prussia-nya di bawah Feldmarschall Blücher, mengakhiri kekuasaan seratus hari Napoleon dan diikuti dengan akhir dari Kekaisaran Perancis yang Pertama pada 22 Juni 1815.
Setelah kekalahan militer total yang kedua dalam waktu yang berdekatan ini Perancis dibebankan persyaratan perdamaian yang memberatkan dalam Perjanjian Paris yang Kedua dan Napoleon menjadi tawanan perang oleh pihak Inggris dan ditahan di Pulau St. Helena di lautan Atlantik hingga meninggalnya pada 5 Mei 1821 sebagai orang buangan.

Pada 13 Maret 1815 enam hari sebelum Napoléon tiba di Paris, Kongres Wina menyatakannya sebagai penjahat. Empat hari kemudian, Britania Raya, Rusia, Austria dan Prusia memobilisasi tentara mereka untuk mengalahkan Napoléon. Napoléon mengetahui bahwa sekali gagal untuk mencegah satu atau lebih dari sekutu-sekutu Koalisi Ketujuh maka kesempatan satu-satunya untuk tetap memegang kekuasaan adalah menyerang sebelum Koalisi sempat bergerak.

Susunan awal pasukan Wellington dimaksudkan untuk membalas ancaman Napoléon yang mengepung tentara Koalisi dengan bergerak melewati Mons ke barat-daya Brussels. Hal ini dapat memutus jalur komunikasi Wellington dengan pangkalannya di Oostende, tetapi dapat menempatkan pasukannya lebih dekat dengan pasukan Blücher. Napoléon memanfaatkan kekhawatiran Wellington dengan laporan intelijen palsu. Dia membagi pasukannya menjadi sayap kiri dengan Michell Ney sebagai komandan, sayap kanan dengan Emmanuel de Grouchy sebagai komandan dan pasukan cadangan yang dia komandani sendiri. Melintasi perbatasan dekat Charleroi sebelum fajar tanggal 15 Juni dan mengamankan posisi tengah antara pasukan Wellington dan Blücher.

Pada 16 Juni Wellington mendapat khabar dari Willem II dan terkejut mengetahui lajunya pasukan Napoléon. Segera dia memerintahkan pasukannya untuk berkosentrasi di Quatre Bras di mana Willem II dengan brigade Karl Bernhard dari Sachsen-Weimar-Eisenach mempertahankan posisi mereka melawan pasukan Ney. Ney diperintahkan untuk mengamankan persimpangan Quatre Bras untuk dapat di kemudian hari maju ke timur dan memperkuat Napoléon.

Napoleon tahun 1845. karya Paul Delaroche.

Napoléon bergerak menuju konsentrasi tentara Prusia pada 16 Juni dengan pasukan cadangan dan pasukan sayap kanan. Dia mengalahkan Blücher di Pertempuran Ligny. Di Quatre Bras Wellington datang dan memukul mundur Ney. Akan tetap kekalahan Prusia di Ligny membuat Wellington tidak dapat mempertahankan posisinya di Quatre Bras, maka keesokan harinya dia mundur ke utara mengambil posisi bertahan.


Prusia mundur dari Ligny tanpa gangguan dan juga tanpa disadari oleh pihak Perancis . Sebagian dari pasukan penjaga bagian belakang mereka tetap berada di posisi sampai dengan tengah malam dan beberapa tidak bergerak sampai pagi hari. Pasukan Prusia mundur ke utara sejajar dengan Wellington. Pasukan Prusia berkumpul di Korps IV Friedrich Wilhelm Freiherr von Büllow yang tidak diserang di Ligny dan berada dalam posisi yang kuat di selatan Waver.


Peta Pertempuran Waterloo

Napoléon dengan pasukan cadangannya bergabung dengan pasukan Ney pada 17 Juni pukul 13:00 menyerang pasukan Wellington. Akan tetapi mereka tidak menemukan Wellington. Pasukan Perancis ini kemudian mencoba mengejar pasukan Wellington, tetapi hasilnya hanyalah pertempuran kecil pasukan kavaleri di Genepiën. Sebelum meninggalkan Ligny, Napoléon memerintahkan Grouchy untuk mengikuti alur mundur pasukan Prusia dengan pasukan sebesar 33.000 orang. Keterlambatan, ketidakpastian arah dari pasukan Prusia dan ketidakjelasan perintah membuat Grouchy tidak dapat mencegah pasukan Prusia mencapai Waver yang dari sana mereka dapat maju mendukung pasukan Wellington. Sebelum tanggal 18 Juni Wellington sudah tiba di posisinya di Waterloo, diikuti dengan bagian utama dari pasukan Napoléon. Pasukan Blücher berkumpul di sekitar Waver, sekitar 13 km ke arah timur.

No comments:

Post a Comment