Sejak terbuktinya keterlibatan
para militan Islam dari wilayah Kaukasus dalam konflik di Suriah, nama Abu Omar
al-Chechen pun mulai mencuat sebagai tokoh mujahidin asing asal Chechnya yang
menjadi pemimpin militer paling berpengaruh dan berperan penting dalam
memerangi rezim Bassar al-Assad. Pada mulanya, para analis dan pihak media massa hanya dapat
berspekulasi mengenai asal-usul Abu Omar al-Chechen. Mereka menduga bahwa Abu
Omar adalah seorang veteran Perang Chechnya dari negara Islam Emirat
Kaukasus pimpinan Dokka Umarov. Namun
akhirnya diketahui bahwa Abu Omar adalah warga Georgia dari etnis Chechen yang
berasal dari wilayah Pankisi Gorge, suatu wilayah di perbatasan
Chechnya-Georgia yang memang banyak dihuni oleh penduduk etnis Chechen yang
dikenal sebagai kaum Kists.
Abu Omar al-Chechen atau Abu
Umar al-Shishani lahir pada tahun 1986 di desa Birkiani, wilayah Pankisi Gorge,
Georgia, dengan nama asli
Tarkhan Batirashvili. Saat pecah Perang Chechnya
II antara tahun 1999-2000, wilayah Pankisi adalah pusat transit utama bagi para
pejuang Chechen yang mundur dan hendak membangun kembali kekuatan mereka untuk
memerangi pasukan penjajah Rusia. Menurut keterangan dari ayahnya, Temuri,
Tarkhan yang pada saat itu masih berusia remaja secara diam-diam kerap kali
menolong para militan Chechen untuk kembali masuk ke wilayah Chechnya, bahkan terkadang ikut
bergabung bersama mereka melawan milisi pemerintah yang didukung Rusia.
Setelah menamatkan sekolah menengah
atasnya, di tahun 2006, Batirashvili masuk menjadi prajurit AD Georgia. Menurut
keterangan mantan komandannya, Malkhaz Topuria, yang pernah merekrutnya untuk masuk ke
dalam unit pengintai khusus (special
reconnaissance), Batirashvili
berhasil membuktikan dirinya sebagai seorang master dalam berbagai jenis
persenjataan dan pemetaan. “Batirashvili
terkenal santai dan populer di kalangan tentara dan dia menjauhi diskusi agama,
meskipun ia mengaku berasal dari keluarga Muslim,” ujar Topuria.
Ia dengan cepat naik pangkat
dan dipromosikan menjadi seorang sersan dalam sebuah unit intelejen yang baru
dibentuk dengan gaji bulanannya mencapai 700 USD. Selama pecah Perang Rusia-Georgia di tahun 2008, Batirashvili bertugas di
dekat garis depan untuk mengintai kolom-kolom pasukan tank Rusia dan
memberitahukan letak koordinatnya kepada unit-unit artileri pasukan Georgia.
Tarkhan
Batirashvili alias Abu Omar al-Chechen (kiri) saat masih menjadi anggota
tentara Georgia.
Batirashvili yang tidak pernah
mendapatkan penghargaan dari pemerintah Georgia atas pengabdian militernya,
pada tahun 2010 didiagnosa menderita penyakit tuberculosis (TBC). Setelah dirawat di rumah sakit militer selama
beberapa bulan, pada bulan Juni 2010, ia pun diberhentikan dari dinas militer
AD Georgia
karena dianggap tidak cukup sehat untuk bertugas sebagai seorang tentara. Tak lama setelah diberhentikan dari dinas ketentaraan,
musibah datang menimpa Batirashvili, ibunya meninggal dunia setelah
bertahun-tahun mengidap penyakit kanker. Ketika pulang
kembali ke kampung halamannya, Batirashvili tidak mampu mempertahankan
pekerjaan barunya di dinas kepolisian daerah, dan kata ayahnya, ia kemudian
menjadi seorang yang "sangat kecewa" dengan hidupnya.
“Dia
terlihat sangat gugup dan khawatir mengenai uang,” ujar seorang mantan komandan
pasukan Georgia
saat bertemu dengan Batirashvili yang ingin membantu militan Islam di Kaukasus
Utara melawan Rusia. Ia sempat meminta bantuan kepada mantan komandannya itu
untuk menemukan beberapa peta Chechnya
di kelas militer Georgia.
Menurut keterangan pihak Kementerian Pertahanan Georgia,
Batirashvili pernah ditahan pada bulan September 2010 atas tuduhan membeli dan
menyimpan persenjataan ilegal, sehingga ia dijatuhi hukuman penjara selama tiga
tahun. Namun
kemudian dibebaskan pada awal tahun 2012 karena alasan kesehatan, dan setelah
menjalani hukuman selama sekitar 16 bulan. Dalam sebuah wawancara, Batirashvili
mengungkapkan bahwa penjara telah mengubah dirinya. Ia pernah bernadzar dengan
mengatakan bahwa, “Saya berjanji kepada
Allah jika saya keluar dari penjara dalam keadaan hidup, saya akan pergi
berjihad di jalan Allah.”
Kepada ayahnya, Batirashvili mengatakan bahwa ia akan
pergi ke Istanbul, Turki, dimana orang-orang
Chechen yang banyak mengungsi ke kota
tersebut akan merekrut dirinya untuk dijadikan sebagai komandan pasukan pejuang
Islam yang akan pergi bertempur ke Suriah. Ayahnya pun kemudian memakluminya
karena beberapa bulan sebelumnya, kakak tertua Batirashvili juga telah pergi
lebih dulu ke tempat tujuan yang sama untuk berjihad di Suriah. Orang-orang
terdekat Batirashvili mengungkapkan bahwa ia melihat peperangan di Suriah
sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan pukulan kepada salah satu sekutu
Kremlin (Rusia). Ia juga berkomentar tentang kebenciannya kepada Amerika. Dalam
suatu wawancara dengan situs Jihad, ia menggambarkan Amerika sebagai musuh
Allah dan musuh umat Islam. Seorang rekannya di AD Georgia mengatakan, “Seperti
kebanyakan orang Chechen, ia ingin melawan Kremlin di mana pun ia punya
kesempatan.” Batirashvili
yang kemudian mengganti namanya menjadi Abu Umar al-Shishani, tiba di Suriah
pada bulan Maret 2012.
Ketika
pertama kali Batirashvili tiba di Suriah untuk berjihad, ia
melihat banyak kenyataan di lapangan yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Banyak
para pejuang Suriah yang merokok. Sebagian besar dari mereka mencukur
jenggotnya dan suka mendengarkan musik. Spanduk-spanduk revolusi yang mereka
bawa pun sama sekali tidak membawa kalimah Tauhid. Aksi-aksi demonstrasi dan
slogan-slogan yang disuarakan oleh orang-orang Suriah yang menentang rezim
al-Assad tidak ada yang Islami. Isinya lebih kepada menuntut kebebasan dan
demokrasi, dimana semua itu bukanlah yang disyariatkan oleh agama Allah.
Ternyata mereka hanya menuntut kebebasan untuk mendapatkan demokrasi.
Abu Umar merasa pesimis dengan kondisi umat Islam Suriah yang
seperti itu. Tetapi ia telah berjanji kepada Allah untuk pergi berjihad, dan
melihat umat Islam di sana
sangat membutuhkan pertolongan dari kekejaman rezim Bassar al-Assad. Abu Umar pun
teringat firman Allah; “...jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan membela) agama, maka kamu
wajib memberikan pertolongan….” (QS. Al-Anfaal: 7)
Pada mulanya, Abu Umar al-Shishani memimpin unit
tempurnya sendiri yang bernama Brigade Muhajirin yang terbentuk pada musim
panas tahun 2012 dan merupakan kelompok jihad yang anggotanya terdiri dari para
pejuang asing yang datang dari luar Suriah. Brigade ini beroperasi secara
independen dan tidak bergabung dengan unit-unit pejuang Suriah yang sudah ada
karena Abu Umar melihat dasar perjuangan dari sebagian unit pejuang Suriah
tersebut yang tidak berdiri di atas kebenaran (Islam). Meski beroperasi secara
independen, namun dalam waktu singkat, unit tempur pimpinan al-Shishani telah
terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan rezim pemerintah Suriah,
salah satunya adalah dalam Pertempuran Aleppo (Battle of Aleppo).
Pada bulan Oktober 2012, Brigade Muhajirin bekerja sama
dengan Front Al-Nusrah (Jabhah Nusrah)
yang berhaluan Islam radikal terlibat dalam suatu operasi penyerangan terhadap
basis pertahanan udara dan pangkalan rudal Scud milik militer Suriah di Aleppo.
Kemudian di bulan Desember 2012, masih bersama-sama dengan Front Al-Nusrah,
menyerbu pangkalan AD Suriah, Sheikh Suleiman, di Aleppo Barat. Pada bulan
Februari 2013, bersama-sama dengan Brigade Tawhid dan juga Front Al-Nusrah,
kembali menyerbu pangkalan militer Suriah, kali ini milik Resimen Ke-80 Suriah
yang berada dekat bandar udara utama di Aleppo.
Ketika video tentang dirinya muncul pertama kali di bulan
Februari 2013, Abu Omar al-Chechen langsung dikenali oleh rekan-rekannya di
dinas angkatan bersenjata Georgia.
Mereka berhasil mengidentifikasi
seorang pemimpin Jihad yang akhir-akhir ini sering muncul di video yang dibuat
oleh para pejuang Suriah. Pria itu berbicara dalam bahasa Rusia dengan aksen Georgia.
Ketika
melihat video pertamanya, “Saya langsung mengenalinya,” ujar salah seorang
mantan komandan Batirashvili. Walaupun ia mengenakan pakaian tradisional shalwar kameez dan memanjangkan
jenggotnya, namun mantan komandannya itu sangat mengenalinya. Dalam video
pertamanya tersebut, Batirashvili diidentifikasi sebagai seorang komandan
kelompok mujahidin yang menyebut dirinya Brigade Muhajirin, dan menyerukan
kepada kaum Muslimin untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah.
Pada tanggal 26 Maret 2013, pihak Kavkaz Center
melaporkan bahwa Brigade Muhajirin (Kataeb
al-Muhajireen) pimpinan Emir Abu Omar al-Chechen bergabung dengan dua
kelompok jihad di Suriah, yaitu Jaish
Muhammad dan Kataeb Khattab,
untuk membentuk satu pasukan gabungan bernama Jaish al-Muhajireen wal-Anshar atau Tentara Muhajirin dan Anshar.
Tentara Muhajirin dan Anshar bersama Mujahidin ISIS kemudian
memainkan peranan kunci saat merebut Lanud Menagh yang dipertahankan oleh
sekitar 70 – 120 personil tentara Suriah. Serangan terhadap Lanud Menagh mulai
dilancarkan pada tanggal 5 Agustus 2013, dimana dua orang Mujahidin melakukan serangan bunuh diri
dengan menggunakan sebuah kendaraan lapis baja penuh bermuatan bahan peledak
untuk menembus gedung pusat komando pertahanan udara tentara pemerintah Suriah.
Serangan tersebut berhasil meledakkan gedung pusat komando serta menewaskan dan
melukai sisa pasukan AD Suriah yang bertahan di Lanud tersebut. Pertempuran
sengit terus berlangsung, hingga keesokan paginya, pangkalan udara tersebut pun
berhasil dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Mujahidin.
Bergabung dengan ISIS
Pada hari Kamis tanggal 21 November 2013, Abu Omar
al-Chechen mengeluarkan pernyataan dalam sebuah video yang di-release oleh situs resmi Tentara Muhajirin
dan Anshar, FISyiria.com, yang
mengabarkan dirinya telah ber-bai’at
kepada Abu Bakar Al-Baghdadi pemimpin
Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS). Bersama Abu Omar
al-Chechen turut pula berbai’at sejumlah besar mujahidin dari Tentara Muhajirin
dan Anshar atau sekitar 80% dari anggota yang dahulu ikut tergabung dalam
Brigade Muhajirin, sementara sebagian yang lainnya lebih memilih untuk menunggu
“persetujuan” dari Dokka Umarov sebagai Amir Emirat Kaukasus.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada akhir November
2013, kepemimpinan Abu Umar al-Shishani digantikan oleh Salahudin al-Shishani,
seorang tokoh komandan pejuang Chechen di Suriah yang paling terkemuka setelah
Abu Umar. Pergantian kepemimpinan Tentara Muhajirin dan Anshar ini terjadi
karena Salahudin bersama sejumlah anak buahnya menolak untuk mengikuti jejak
Abu Omar yang lebih memilih untuk berbai’at kepada Abu Bakar Al-Baghdadi dengan bergabung ke ISIS (Islamic State of Iraq
and as-Sham). Para Mujahidin Chechen tersebut menolak ber-bai’at kepada Abu Bakar Al-Baghdadi karena mereka telah bersumpah setia
kepada Dokka Umarov selaku Amir negara Islam Emirat Kaukasus yang merupakan pemimpin bagi seluruh
mujahidin asal Chechnya
dan wilayah Kaukasus Utara.
Selain Salahudin al-Shishani, komandan Mujahidin Chechen
lainnya yang menolak untuk mengikuti jejak Abu Umar ber-bai’at kepada Abu Bakar
Al-Baghdadi, adalah Emir Syaifullah. Ia bersama dengan 27 orang anak buahnya telah lebih dulu
keluar dari Tentara Muhajirin dan Anshar pimpinan Abu Umar pada bulan Agustus
2013 untuk memimpin unit militernya sendiri yang diberi nama Jaisy al
Khilafah Islamiyyah (Tentara Kekhilafahan Islam). Emir Syaifullah al-Shishani merupakan veteran Perang Chechnya
II pada tahun 1999 yang kemudian hijrah ke Afghanistan pada tahun 2005 untuk berjihad
melawan penjajah Amerika, dan pada tahun 2012, memutuskan untuk berjihad ke
Suriah. Menurut pihak Soda Al Kawkaz
(Suara Kaukasus), unit tempur pimpinan Emir Syaifullah berkekuatan antara 200
hingga 300 personil Mujahidin asal Chechnya. Unit tempur ini aktif beroperasi
di wilayah Halab. Jaisy al Khilafah
Islamiyyah sendiri kemudian memberikan bai’at-nya
dan bergabung dengan Jabhat al-Nusrah
pada akhir Desember 2013.
Pertimbangan
Abu Omar al-Chechen untuk lebih memilih
bergabung dengan Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) bukan karena adanya
perpecahan internal atau sudah tidak adanya lagi kesepahaman dalam
berjihad
dengan unit tempurnya sendiri, melainkan lebih dikarenakan oleh
pertimbangan
keyakinan, yaitu nubuwah dari Rasulullah SAW tentang kebangkitan Islam
dari
wilayah Syam yang diyakini oleh Abu Omar berada di tangan para mujahidin
yang
tergabung dalam ISIS yang selama ini telah berjuang untuk mendirikan
negara
kekhalifahan Islam yang wilayahnya meliputi Irak dan Syam. Dalam unit
militer ISIS sendiri, Abu Umar kemudian ditunjuk untuk menjabat
sebagai komandan Front Utara.
ISIS
sendiri awalnya berdiri di Irak sebagai organisasi Jihad yang memayungi banyak
kelompok perlawanan Irak yang berjuang melawan tentara penjajah Amerika. Abu
Umar memandang peperangan yang terjadi di Suriah sebagai peperangan yang sangat
penting, tak hanya untuk menggulingkan rezim Assad, tetapi juga merupakan medan
pertempuran bersejarah bagi perang suci yang sangat besar yang kelak akan pecah
di masa depan, serta untuk merintis pembentukan negara atau kekhalifahan Islam
dunia.
Intelijen
AS memperkirakan ada sebanyak 17.000 pejuang
asing yang turut bertempur bersama-sama dengan Mujahidin Suriah, dimana sekitar
setengahnya tergabung dalam kelompok ISIS.
Menurut pejabat Rusia, dari jumlah total tersebut, setidaknya ada seribu orang yang
berasal dari wilayah Kaukasus Utara dan sejumlah negara di Eropa yang banyak dihuni
warga Chechen yang mengungsi dan mencari suaka sejak pecahnya Perang Chechnya.
Meskipun pejuang asal Chechen mewakili sebagian kecil dari kelompok pejuang
Suriah, namun banyak dari mereka yang telah naik ke posisi tinggi sebagai
komandan pasukan, mengingat pengalaman tempur mereka selama melawan Rusia. Di
Suriah, ISIS sendiri menjadi payung utama bagi
para pejuang asing yang ingin berjihad di Suriah. Tak hanya dari wilayah
Kaukasus, para pemuda muslim juga banyak berdatangan dari Saudi, Kuwait,
Mesir, bahkan dari Cina. Mereka semua datang untuk memenuhi panggilan Jihad demi
memperjuangkan tegaknya sebuah negara Islam yang menerapkan dan melaksanakan
Syariah Islam di Suriah.
Sebagai
seorang muslim, Abu Umar al-Shishani tidak lupa berpesan kepada seluruh
mujahidin di Suriah bahwa, “Kalian semua
yang telah memulai jihad ini karena Allah, janganlah meninggalkannya dan tetap teguhlah
diatasnya. Hanya dua pilihan yang kita miliki, yaitu kemenangan atau mati
syahid. Dan berhati-hatilah agar tidak tertipu (dengan kemenangan semu)
sebagaimana saudara-saudara kalian di Libya dan Mesir yang telah tertipu.
Mari kita berusaha untuk menerapkan Syariah Allah yang mana hal ini merupakan
kewajiban kita semua.” (***)
No comments:
Post a Comment