Tuesday, September 6, 2011

Catatan Kecil Tentang ERWIN ROMMEL



“Apa yang akan sejarah nilai dariku? Bila aku menang disini, maka semua orang akan mengklaim semua kemenangannya untuk mereka... Tapi bila aku gagal, maka semua orang akan memburu darahku.”
Dari buku harian Rommel yang tidak terpublikasikan, 16 April 1944

Saat itu tanggal 18 Mei 1944. Di dalam ruangan konferensi Hitler, Sang Führer diberitahu bahwa musuh telah melakukan dua buah operasi pengintaian di malam hari di pantai Prancis yang dijaga dengan ketat. Salah satu tempat tersebut, yang berada di dekat Calais, tentara Jerman menemukan beberapa buah sekop dan senter yang tergeletak di pantai setelah terjadinya sebuah tembak-menembak singkat. Di tempat lainnya, di muara sungai Somme, dua orang perwira Inggris telah berhasil ditangkap. “Mereka datang ke pantai menggunakan perahu karet,” kata Generaloberst Alfred Jodl (Kepala Operasi Wehrmacht) kepada Adolf Hitler. “Interogasi yang dilakukan sejauh ini berhasil mengungkapkan bahwa mereka dikirimkan dari sebuah perahu motor Inggris.”

Adegan kini berganti ke sebuah château (kastil) Prancis yang terletak di sebuah bukit batu curam yang menghadap ke lembah Seine. Hari itu adalah dua hari setelah tertangkapnya dua orang perwira Inggris. Sebuah mobil staff kecil Angkatan darat Jerman melaju menuju ke arah château dan kemudian berhenti. Dua orang prajurit keluar, badannya terlihat kaku akibat berkendara sejauh 240km dari pantai Selat Inggris. Mereka menggiring dua orang lain yang matanya ditutup dan tangannya diikat. Kedua orang ini tidak mengenakan lencana apapun, meskipun jahitan kosong di seragam tempur kepar mereka memperlihatkan dengan jelas dimana bekas lencana Operasi Gabungan ungu dan kilasan Tugas Khusus di bahu telah dihilangkan; mereka adalah anggota pasukan Komando Inggris. Tutup mata mereka dibuka, dan mata mereka berkedip-kedip kesilauan di bawah cahaya sinar matahari. Ekspresi wajah mereka terlihat murung; mereka tahu bahwa Hitler telah memberikan perintah langsung bahwa semua Komando yang tertangkap akan diserahkan ke Gestapo dan ditembak mati.

Ketika mereka didorong ke sel tahanan, mereka menemukan bahwa disana telah tersedia teh dan roti isi. Salah satu di antaranya, Lieutenant Roy Woodridge, dengan sopan menolak untuk berbicara. Satunya lagi, Lieutenant George Lane, tidak segagu temannya dan kemudian dibawa untuk menghadap Oberst Hans-Georg von Tempelhoff. Dia adalah seorang perwira tampan pirang yang sopan. Tempelhoff berdiri dan menggenggam tangannya. “Pastilah sekarang ini di Inggris cuaca sedang indah-indahnya, “katanya dengan antusias.

Wajah Lane tak dapat menutupi keterkejutannya atas aksen Inggris sempurna sang Oberst. Tempelhoff menjelaskan: “Istriku orang Inggris.” Untuk sesaat keduanya saling berpandangan mata, dan kemudian Tempelhoff memerintahkan Lane untuk membasuh muka dan tangannya, juga membersihkan kukunya yang terlihat kotor agar terlihat rapi. “Kau akan bertemu dengan orang yang sangat penting. Dan dia memang sangat penting. Marsekal Rommel!”

Invasi Sekutu atas wilayah Prancis yang diduduki tinggal 17 hari lagi. Di pelabuhan-pelabuhan Inggris armada penyerbu raksasa sedang dipersiapkan untuk operasi tersebut. Disini di Prancis, Hitler telah menaruh satu orang di tampuk komando, Marsekal favoritnya Erwin Rommel, si Serigala Padang Pasir yang disegani. Rommel adalah veteran perang melawan Inggris dan Amerika. Dia tahu persis tentang musuhnya ini, dan dia percaya penuh bahwa dia dapat mengantisipasi setiap gerakan mereka. Pesawat pengintai Luftwaffe telah menemukan perahu-perahu pendarat yang bertebaran di sepanjang selat dari muara sungai Somme. Adanya operasi mata-mata Komando yang baru-baru ini terjadi semakin mempertegas keyakinan Rommel bahwa disinilah tempat Sekutu akan mendaratkan pasukannya. Apakah Rommel tahu bahwa perahu-perahu pendarat itu semuanya palsu belaka dan Komando-Komando ini telah dengan sengaja ‘diumpankan’ ke tangan Jerman agar dapat memberikan informasi palsu bagi mereka? Semuanya merupakan bagian dari sebuah rencana penipuan dengan kode Fortitude, yang dirancang oleh intelijen Inggris!

Rommel telah memilih château ini sebagai markas taktisnya karena dia mempunyai jaringan gudang bawah tanah yang mumpuni. Seakan tidak cukup, sang Marsekal juga telah meledakkan lebih banyak lagi terowongan anti-bom di jurang karang terjal di belakangnya. Selama lima bulan terakhir dia telah mempersiapkan Angkatan Perang Jerman untuk pertempuran yang akan terjadi dan merancang banyak penemuan yang mematikan untuk melengkapi pertahanan anti-invasi yang sudah digelar: papan berpaku, mata kail berduri, ranjau bawah air, ranjau darat, dan jaringan kawat berduri. Rommel tidak akan terkejut bila pihak Inggris siap mengambil resiko hanya demi mengetahui apa yang sedang dilakukannya kali ini.

Saat Lane dibawa ke ruangan Rommel, Sang Marsekal sedang duduk di kursi di ujung sambil menatap keluar jendela. Ruangan tersebut lumayan panjang, dan dilengkapi dengan hiasan empat permadani yang sangat berharga; karpet langka yang dihamparkan di atas lantai yang kinclong; vas dan lampu porselin kuno yang berdiri di sepanjang tembok. Rommel sendiri adalah orang yang bertubuh pendek sekal dengan rambut gaya Wehrmacht (batok gitu loh!) yang mulai memudar, sepasang rahang yang kuat, dan mata abu-abu biru yang mampu menembus siapapun yang ditatapnya. Kulitnya coklat akibat dari berminggu-minggu menginspeksi benteng pertahanan pantai di sepanjang Atlantic Wall. Di lehernya tergantung medali salib biru emas langka Pour le Mérite, penghargaan tertinggi Prusia, yang dianugerahkan kepadanya di tahun 1917.

Rommel bangun, berjalan mengelilingi mejanya lalu dengan sopan menyambut si perwira Inggris tahanannya. Dia lalu mempersilakan Lane untuk duduk di salah satu kursi antik yang mengelilingi sebuah meja bundar. Disana pelayan telah meletakkan peralatan makanan dengan kombinasi yang cukup aneh: ceret teh standar Inggris dan cangkir indah buatan Cina.

“Jadi, kamu adalah salah satu kawanan gangster Komando itu?” Rommel bertanya pada tawanannya.

“Saya seorang Komando dan saya bangga karenanya. Tapi saya bukanlah gangster. Tidak ada seorangpun dari kami yang seperti itu.”

Mungkin kamu bukan gangster, tapi kita punya pengalaman buruk dengan kalian para Komando. Mereka tidak selalu berkelakuan tanpa cela seperti yang seharusnya.” Rommel tersenyum penuh arti. “Kamu telah berada dalam situasi yang sulit. Kamu tahu apa yang kita lakukan terhadap setiap pelaku sabotase...”

Lane beralih kepada penterjemah dan berkomentar, “Bila Marsekalmu menganggap aku penyabot, maka dia tidak akan mengundangku kesini.”

“Jadi kamu menganggap ini adalah sebuah undangan?” tanya Rommel sambil menyeringai. Lane menundukkan kepalanya sedikit. “Ya, dan saya hanya dapat mengatakan bahwa saya sangat tersanjung menerimanya.” Pada saat ini semua orang tertawa. Rommel berbasa-basi menanyakan, “Bagaimana kabar teman lamaku Jenderal Montgomery?”

“Sangat baik, terimakasih,” jawab lane. “Saya dengar dia sedang merencanakan semacam invasi...”
“Rommel tampak seakan-akan terkejut. “Maksudmu hal itu akan benar-benar terjadi?”
“Ya, seperti itulah yang dikabarkan dalam The Times,” sang tawanan menjawab, “dan biasanya beritanya dapat diandalkan.”
“Kamu sadar bahwa kali ini untuk pertama kalinya Inggris akan bertempur dengan fair?”
“Lalu bagaimana dengan Afrika?”
“Itu adalah permainan anak kecil,” ejek Rommel. “Alasan satu-satunya aku harus mundur adalah karena tak ada lagi suplai yang sampai kepadaku.”

Untuk 20 menit Rommel mengenang kembali tentang peperangan yang telah berlalu dan mengajari Lane tentang wibawa Inggris yang telah memudar serta masa depan cerah Third Reich-nya Hitler. Lane mendengarkan dengan terpesona dan akhirnya meminta izin untuk bertanya: “Apakah Yang Mulia bermaksud untuk mengatakan kepada saya bahwa pendudukan militer adalah situasi yang ideal bagi sebuah negara yang sudah ditaklukkan?”.

Rommel mendebat bahwa dengan didikan yang telah diterimanya, seorang tentara akan menjadi diktator yang ideal nantinya. Tentara telah terbiasa dengan krisis, dan mereka tahu bagaimana harus menghadapi situasi yang sedarurat apapun. “Bila kamu berjalan-jalan ke wilayah Prancis yang diduduki saat ini dan membuka matamu lebar-lebar, kamu akan melihat dimana-mana bagaimana bahagia dan puasnya rakyat Prancis. Untuk pertama kalinya mereka tahu apa yang harus mereka lakukan karena kita telah memberitahukannya kepada mereka. Hal-hal seperti inilah yang disukai orang-orang dijalanan!”

Setelah beberapa waktu, penutup mata kembali dikenakan kepada Lieutenant Lane. Dalam wawancara singkat ini daya magis Rommel telah menyetrumnya. Saat dia sedang diantar kembali ke mobilnya untuk kemudian dikembalikan dengan selamat ke kamp tawanan perang – seperti yang telah digaransikan langsung oleh Sang Marsekal – Lane menggenggam tangan Oberst Anton Staubwasser, perwira intelijen Rommel.

“Dapatkan aku meminta tolong kepadamu,” katanya, “Katakanlah kepadaku, dimanakah kita berada sekarang?”

Dengan sopan Staubwasser menolak, karena alasan keamanan. Lane menggenggam tangannya semakin erat dan memohon kepadanya: “Aku bersumpah tak akan mengatakannya kepada seorangpun. Tapi bila perang ini telah berakhir aku berencana untuk kembali kesini bersama dengan istri dan anakku untuk menunjukkan tempat dimana aku bertemu dengan Rommel!”
* * *
Catatan yang berhubungan dengan karir Rommel yang cemerlang kini tersebar luas di arsip dan dokumen di seluruh negara Barat. Kisah Komando ini, sebagai contoh, terdokumentasi dalam interogasi Wehrmacht terhadap dua orang tawanan Inggris, dan interogasi ini terekam pula di dalam surat-surat milik mantan seorang perwira intelijen Jerman yang tersimpan di Black Forest. Insiden yang sama juga bisa ditemui di dalam catatan singkat yang diambil saat konferensi perang harian Hitler yang tersimpan di sebuah universitas Amerika. Dia juga disebutkan dalam buku harian seorang perwira Jerman yang dekat dengan Rommel, plus berdasar dari keterangan George Lane sendiri, yang dia tulis sekembalinya ke Inggris.

Untuk menemukan Rommel yang sebenarnya dan melewati segala mitos dan legenda tak berdasar tentang dirinya, orang harus mencari di sumber-sumber semacam ini dan tidak berpuas diri dengan hanya mengandalkan sumber kedua, ketiga dan seterusnya. Sebagai contohnya adalah “The Trail of the Fox”. Sumbernya menyebar mulai dari kotak penyimpanan besi di Jerman Barat sampai catatan-catatan pemerintah di Washington, dari sebuah musium militer di South Carolina sampai perpustakaan kepresidenan di Kansas dan Missouri, dari ruangan gambar mantan rekan seperjuangan Rommel yang masih hidup sampai loteng pengap yang dipenuhi oleh berseraknya kotak dan surat-surat yang belum pernah dibuka oleh janda dan keluarga dari rekan seperjuangan yang sudah meninggal. Catatan-catatan ini membawa kita melalui bukit-bukit Swabia (yang merupakan tempat Rommel dilahirkan), jurang dan ngarai Alpine, melintasi daratan luas berpasir di Cyrenaica, sampai ke pagar rumput tinggi yang berseliweran di Normandia. Kadangkala jejak kehidupannya memudar, atau bahkan hilang. Ini merupakan celah-celah yang tak ada satupun dokumen, memoar atau wawancara yang dapat mengisinya. Aspek-aspek dari Rommel tersebut sampai saat ini masih menjadi misteri. Tapi jejak yang ada setidaknya telah mengantarkan kita kepada pemahaman yang lebih dalam terhadap manusia luar biasa ini, dan juga kepada misteri terakhir: kenapa dia memilih kematian seperti yang telah diputuskannya.

Pada tahun 1944 Rommel telah menjadi seorang legenda hidup. Dia dikenal sebagai komandan yang hebat di lapangan yang menonjol karena kualitas yang jarang ditemukan: naluri bertempur. Berani, bersemangat dan ksatria, dia tak pernah kenal lelah saat bertempur, rendah hati dalam kemenangan dan murah hati terhadap musuhnya yang telah dihancurkan. Dia tampak tak terkalahkan. Dimana dia berada, disana terdapat kemenangan: dia menyerang bagai tornado, dan bahkan saat dia mundur, musuhnya mengikuti dengan sangat hati-hati.

Apa yang menjadi elemen inti dari mitos Rommel di tahun 1944? Yang pertama adalah penampilan romantisnya – seorang jenderal dengan badan yang terbilang kecil. Tapi jangan terkecoh dengan perawakan luarnya, karena dia adalah orang yang sangat cerdik. Dia mempermalukan musuhnya yang berkekuatan jauh lebih besar lagi dan lagi. Dia digolongkan sebagai seorang Hannibal modern yang memutar-mutar musuhnya, membuat mereka bingung, menjatuhkan moral bertempur mereka dan kemudian merenggut kemenangan demi kemenangan sampai akhirnya force majeur memaksa bahkan orang sedahsyat Rommel untuk mengakui kekalahannya dan mundur.

Dia terbilang muda untuk pangkatnya yang mentereng, dilahirkan sebagai seorang pemimpin, dan sangat dipuja oleh anakbuahnya. Dikatakan bahwa dia telah menghadirkan kembali gaya bertempur ksatria yang sudah lama terlupakan. Dalam sebuah perang brutal yang dikotori oleh kamp konsentrasi Nazi dan pemboman massal Sekutu, prajurit-prajurit Rommel diperintahkan untuk bertempur dengan bersih. Musuh yang menyerah ditangkap dan diperlakukan dengan baik – dia mengacuhkan perintah Hitler untuk mengeksekusi anggota brigade Yahudi yang tertangkap. Tanah dan milik pribadi dihormati. Dalam arsipnya tertanggal 15 Oktober 1943, Rommel membuat instruksi rahasia kepada seluruh komandannya di Italia untuk melarang penjarahan secara sewenang-wenang, “demi mempertahankan disiplin dan penghormatan terhadap Wehrmacht Jerman”. Dia juga menolak penggunaan tenaga kerja paksa di Prancis – para pekerja direkrut dan dibayar secara normal. Dia mengacuhkan Commando Order (Oktober 1942) yang terkenal dari Hitler, yang memerintahkan eksekusi setiap pasukan Komando musuh yang tertangkap. Ketika orang-orang Arab yang melarat dibayar oleh Sekutu untuk melakukan sabotase terhadap instalasi-instalasi pihak Poros, Rommel menolak untuk melakukan pembalasan atau menembak pelaku sabotase yang tertangkap. “Adalah lebih baik untuk membiarkan insiden semacam itu tak terbalas daripada harus menyerang balik terhadap orang-orang tak berdosa,” katanya kemudian.

Dia tak merasakan kepuasan saat tentara musuh terbunuh. Seorang Montgomery akan memerintahkan: “Bunuh semua Jerman dimanapun kamu menemukannya!” Seorang Eisenhower akan memproklamasikan: “Sejauh yang aku pedulikan, setiap tentara yang membunuh seorang Jerman adalah seseorang yang sangat aku hargai, dan bila aku dapat memberikannya sesuatu sehingga dia dapat membunuh dua dan bukannya satu, maka Demi Tuhan aku akan melakukannya.” Rommel tak pernah dihubung-hubungkan dengan komentar semacam itu. Dia mengecoh, menggertak, memperdayakan, dan menipu musuhnya. Ada yang mengatakan bahwa kepuasan terbesarnya adalah membuat musuhnya menyerah lebih dini, penyerahan yang kadang sebenarnya tak perlu dilakukan oleh mereka!
Dia adalah, secara spektakuler, seorang jenderal tempur dalam bentuknya yang terbaik. Dia begitu antusias untuk ‘melemparkan’ dirinya pada baku tembak, dan lupa akan bahaya maut yang setiap saat bisa merenggutnya. Tak ada satupun tembakan musuh yang mampu merobohkannya meskipun orang di kiri dan kanannya berguguran; tak ada satu ranjau pun yang mampu menghancurkan tubuhnya, dan tak ada satu bom pun yang jatuh cukup dekat sehingga mampu membunuhnya. Dia tampaknya kebal dari hal-hal semacam itu.

Begitu kuatnya mitos Rommel sehingga dia bahkan tersebar di kalangan musuhnya! Hal ini bukannya tak disadari oleh petinggi-petinggi Sekutu. Dengan segan mereka mempublikasikan kedahsyatan manusia satu ini – pertamanya untuk menerangkan segala ketidakberuntungan yang mereka alami dalam pertempuran, kemudian untuk membuat kemenangan mereka atasnya lebih berharga, dan akhirnya menimbulkan semacam tokoh ‘lalakon’, seorang Nazi yang baik yang kontras dengan Nazi lainnya sehingga membuat mereka semua tampak lebih menjijikkan. Terdapat satu waktu dimana nama Rommel saja sudah berharga seluruh divisi. Ketika dia jatuh sakit, namanya ‘ditinggalkan’ di medan pertempuran untuk bertempur in absentia! Ketika musuh akhirnya menyadari bahwa dia sebenarnya tidak ada, mereka berspekulasi dengan penuh keingintahuan dimana sebenarnya serigala satu ini nongkrong. Dokumen OSS di Washington dipenuhi oleh laporan-laporan bahwa “Rommel” sekarang menjadi komandan sebuah pasukan rahasia di Yugoslavia, di Rumania, atau di Yunani. Atau apakah saat ini dia berada di Italia, atau Prancis? Dua kali dia menerima ‘penghargaan’ tertinggi dari Sekutu yang tak pernah dilakukan sebelumnya dan juga setelahnya: pembunuh-pembunuh dikirimkan untuk menyingkirkannya! Setiap kali mereka selalu gagal. Seperti Hitler, Rommel tampaknya tak tersentuh oleh kematian, satu hal yang dia memang percayai dengan sepenuh hati.

Kekaguman Sekutu begitu besarnya sehingga dalam bulan Maret 1942 Jenderal Sir Claude Auchinlek, komandan pasukan Inggris di Afrika Utara, merasakan perlu untuk memberi peringatan kepada perwira-perwira topnya dalam sebuah memo: “Terdapat bahaya yang sesungguhnya bahwa teman kita Rommel telah menjelma menjadi ‘hantu’ bagi pasukan kita, hanya karena mereka terlalu sering membicarakannya. Dia bukanlah manusia super – meskipun dia memang sangat enerjik dan handal. Dan bahkan bila dia memang seorang manusia super, maka adalah suatu hal yang tidak dianjurkan bagi pasukan kita untuk menganggapnya seakan-akan mempunyai kekuatan supranatural.” Empat minggu kemudian sebuah salinan memo ini jatuh ke tangan Rommel setelah sebuah pertempuran di perbatasan Libya-Mesir. Dia hanya tersenyum saja saat membaca catatan tambahan yang tidak meyakinkan dari Auchinlek: “Saya tidak iri pada Rommel.” Bahkan di kemudian hari, Rommel mengetahui bahwa pengganti Auchinlek, Bernard Montgomery, mempunyai sebuah foto Rommel berfigura tergantung di trailer tempurnya! Di pihak lain, Rommel sendiri tampaknya tak pernah merasa kagum atau bahkan terpesona oleh satu demi satu musuh yang dihadapinya. Dalam ribuan halaman buku harian Rommel, tak terdapat satu pun referensi yang menyebutkan nama musuhnya!

Bila musuh saja sampai terpikat oleh Rommel, lalu bagaimana pula dengan rakyatnya? dari sejak tahun 1942 nama Rommel telah berada di setiap bibir orang Jerman. Tak ada satu pun bintang film yang begitu dipuja-puja seperti ini. Jenderal yang menulis pada jenderal lainnya selalu membicarakan tentang Rommel phenomenon dengan penuh kekaguman dicampur dengan kecemburuan. Dia memenangkan pertempuran yang bagi jenderal lainnya mungkin akan berakhir dengan kekalahan, satu hal yang diakui dengan jujur oleh koleganya sesama jenderal. Tapi dia mempelajari taktik dan strateginya di medan pertempuran, sebuah pembelajaran yang tidak komplet; bagi seorang jenderal, pengalaman tempur tidaklah cukup. Rommel meremehkan akademi perang dan produk keluarannya yang terlatih dan elegan: Staff Jenderal. Dia berusaha melakukan yang terbaik dalam pertempuran tanpa mempedulikan hal-hal semacam intelijen, logistik, sandi, personil, dan operasi. General der Infanterie Enno von Rintelen kemudian mengatakan sambil mengejek, “Rommel bukanlah seorang perancang strategi yang hebat. Dia kurang mendapat pelatihan staff jenderal dalam hal ini, sehingga membuatnya berada di dalam kekurangan yang tidak ringan.” General der Panzertruppe Gerhard Graf von Schwerin, yang bertempur di bawah Rommel, mengatakan dengan sinis bahwa Rommel “belajar lebih banyak dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya.” Generalfeldmarschall Gerd von Rundstedt berkata dengan meremehkan saat dia menyebut bahwa Rommel adalah “seorang komandan divisi yang bagus, tidak lebih dari itu.”

Beberapa dari kritik ini sebenarnya beralasan; meskipun begitu, mereka mengungkapkan aroma permusuhan yang nyata. Tidak seperti kebanyakan staff jenderal keluaran lama, Rommel di sebagian terbesar karirnya adalah pendukung fanatik Adolf Hitler serta The New Germany, dan dedikasi semacam ini telah ‘berjasa’ menjauhkannya dari koleganya yang lain. Jangan dilupakan pula faktor iri hati dan kecemburuan! Hal ini terutama disebabkan oleh publikasi tanpa henti dari Marsekal yang merupakan favoritnya Hitler ini. Adalah benar bila ada odong-odong yang mengatakan bahwa Rommel cepat menguasai seni propaganda perang dan sangat menghargai efek psikologis yang ditimbulkannya, baik pada pasukannya sendiri maupun pada musuh. “Semacam pemujaan terhadap Rommel telah timbul,” seorang jenderal kemudian menulis. “Dia jarang pergi kemana-mana tanpa diiringi oleh sepasukan fotografer pribadi.” Banyak dari foto-foto dramatis yang memperlihatkan Rommel sebenarnya adalah foto yang dirancang dengan cermat dan sang Serigala berpose sesuai dengan arahan fotografernya! Markas taktis Jerman yang bertebaran di Afrika kemudian belajar satu cara untuk menarik perhatian sense of humor dari sang komandan, yaitu dengan menempatkan orang-orang dengan kamera di setiap tempat yang akan dikunjunginya, bahkan walaupun sebenarnya tak ada film dalam kamera mereka! Hal-hal “tebar pesona” semacam ini dianggap oleh banyak jenderal sebagai hal yang “tidak profesional”, dan ini semakin membuat mereka sebal terhadap Rommel. Di antara kertas-kertas pribadi kepunyaan master panzer Generaloberst Heinz Guderian adalah sebuah surat yang ditulis di medan pertempuran Moskow dan menyebutkan tentang perintah terhadap istrinya: “Dalam keadaan apapun, aku tidak akan mengizinkan satu pun orang propaganda menguntitku kemana aku pergi seperti halnya Rommel, dan aku hanya dapat mengatakan kepadamu bahwa aku akan melakukan segala cara untuk mencegah hal itu terjadi.”

Kecemburuan terhadap Rommel diekspresikan dalam berbagai bentuk. “Setiap minggu dia biasa berbicara dengan Hitler secara pribadi melalui telepon,” kata seorang jenderal, yang mengulang sebuah kabar populer tentang sang Serigala, “dan dengan antusias membeberkan semua saran dan ide yang ada di kepalanya kepada Führer.” Kenyataannya, Rommel hanya pernah menelepon Hitler sekali saja selama berlangsungnya Perang Dunia II, dan dia begitu bangga akan hal ini sehingga selalu menyebutkannya di banyak surat yang ditulisnya setelahnya! Jadilah kecemburuan, dalam beberapa aspeknya, merupakan produk dari sebuah mitos belaka. Kecemburuan yang sama pula yang memegang peranan penting dalam akhir hidup Rommel yang tragis. Ketika dia sangat membutuhkan teman di antara koleganya, tak ada satu pun yang datang kepadanya. Sejak kematian Rommel, legenda tentang dirinya telah tumbuh semakin besar. Untuk berbagai alasan, orang-orang tetap mempertahankan gambaran fantasi tentang sang Serigala. Di negara Jerman barat pasca Perang Dunia II, reputasi para jenderal Wehrmacht lainnya telah dengan sengaja dibiarkan untuk meredup (seakan sebuah hal memalukan untuk menghormati atau bahkan mengingat mereka!) sementara nama Rommel malah makin terbang ke awang-awang. Namanya telah dijadikan sebagai nama kapal perang Angkatan Laut, sementara Angkatan Darat mempunyai “Barak Rommel” di banyak kota Jerman. Ada juga “Jalan Rommel”, yang merupakan sebuah penghargaan luar biasa bagi seorang ‘jenderal Nazi’, dan jangan lupakan pula sebuah lembah yang dinamakan menurut nama ajudannya! Penghargaan tidak hanya datang dari negaranya. Mantan musuhnya Amerika membuat sebuah film berjudul The Desert Fox, dan film ini menuai kesuksesan yang besar pula.

Sumber :
Buku “The Trail of the Fox” karya David Irving (my favorite author!)

No comments:

Post a Comment