Monday, July 1, 2013

AGAMA BAHA`I, MENGAKU ISLAM

Embrio Baha`i dan Pertumbuhannya
Beberapa waktu lalu sempat mencuat perbincangan tentang ‘sekte’ Baha`iyyah atau Baha`i. Belum banyak yang tahu atau mengulas ‘sekte’ ini. Padahal ‘sekte’ ini telah tercipta embrionya sejak Jumadil ‘Ula 1260 H atau Maret 1844 M dan sudah dibawa masuk ke Indonesia sejak sekitar 1878, oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Agama Bahaiyyah ini pertama kali muncul di Iran, negeri tempat lahirnya agama Majusi dan Zoroaster. Daerah ini merupakan lahan subur tempat tumbuhnya pemikiran bathiniyyah dan ideologi sesat lainnya. Bila kita tilik sejarah, mayoritas aliran sesat lahir di negeri Iran, yang ditaklukkan pasukan Islam pada masa Khalifah Umar bin Al-Khaththab.
Pada sejak Jumadil Ula 1260 H atau Maret 1844 M, sang Baha`ullah, Nabinya Kaum Baha`i, yang bernama Mirza ‘Ali Muhammad Ridha Asy-Syairazi (1819-1850 M) mendirikan Agama Baha`iyyah, yang pada mulanya bernama Babiyyah oleh karena dia bergelar Al-Bab (pintu). Pada awalnya Babiyyah hanya sebuah aliran atau konsep pemikiran yang banyak terpengaruh oleh Agama Tasawuf dan sekte Syikhiyyah, sekte sempalan dari Agama Syi’ah. Baha`i digagas oleh Kolonial Rusia dengan ditunggangi Zionisme Internasional dan penjajah inggris. Dari buruknya latar belakang penggagasnya, nampak ada niat jahat yang tersimpan.
Kisah lengkapnya demikian. Mirza ‘Ali saat berusia 6 tahun, menimba pengetahuan dari para juru dakwah sekte Syikhiyyah. Hanya saja Mirza Ali sibuk dengan perdagangan. Baru usia 17 thn, ia kembali menghanyutkan diri dalam buku-buku Sufi, melakukan riyadhah ruhaniyyah dan amal-amal bathin yang sangat berat. Kemudian pada 1259 M, ia mengunjungi kota Baghdad dan mulai mendatangi majelis tokoh sekte Syikhiyah kala itu, Kazhim Ar-Rusyti, sambil memperdalam pengetahuan dan ajaran Syikhiyyah.
Di tengah kesibukannya di majelis sang guru, dia berkenalan dengan seorang mata-mata pasukan Rusia bernama Kenneth Ghorki, yang ditemani seorang muslim gadungan, ‘Isa Nakrani. Begitu melihat pada diri Mirza ada potensi untuk mewujudkan tujuan busuk Kolonial Rusia, dengan dukungan dua orang tadi, maka ia memproklamirkan diri sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kedatangannya, dan satu-satunya Al-Bab pintu menuju hakekat ketuhanan, pada Jumadil Ula 1260 H/ Maret 1844 M, sehingga secara resmi alirannya (pemikirannya) berdiri dan disebut Babiyyah. Dia juga mengklaim dirinya sebagai utusan Allah layaknya Musa, Isa, dan Nabi Muhammad. Bahkan dia meninggikan kedudukannya melibihi para Nabi. Dan pengakuannya sebagai nabi ini mendapat sambutan hangat terutama dari para murid Ar-Rusyti.
Pada 1266 H, ia mengklaim bahwa Dzat Allah bersemayam pada dirinya. Namun setelah berhadapan dengan para ulama dalam perdebatan, ia pura-pura menunjukkan sikap taubat dan penyesalan. Para ulama tidak mempercayai taubatnya. Sebab sebelumnya dia juga pernah mengaku taubat di mimbar Masjid Al-Wakil atas kesesatan dan keburukan para pengikutnya. Namun taubatnya hanya bualan dan tipuan. Karena itu, para ulama di masa itu merekomendasikan vonis mati untuk dirinya dan orang dekatnya yaitu Az-Zanuzi. Eksekusi vonis mati dilaksanakan pada 27 Sya’ban 1266 H / 8 Juli 1850 M.
Di samping dua tokoh ini, ada Qurratul ‘Ain Ummu Salma, wanita yang dikenal orator ulung namun bejat akhlaknya sehingga ia diceraikan suaminya. Lainnya ada Mirza Yahi ‘Ali, ‘Abbas Affandi, Syauqi Affandi, dan Mirza Husain ‘Ali, yang mendapat gelar Bahaullah. Nama terkahir inilah yang merubah nama Babiyyah menjadi Baha`iyyah, penisbatan pada gelar yang diraihnya. Pria ini sangat erat hubungannya dengan Yahudi saat di pengasingan.
Sebelum mati dibunuh pemerintah Iran pada tahun 1850 pada usia 30 tahun, Mirza Ali Al-Bab memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya diusir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut aliran Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali. Kemudian, kedua tokoh itu bertikai, maka diusir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka, Palestina. Di sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang Al-Quran dengan mengarang Al-Kitab Al-Aqdas diakui sebagai dari wahyu, mengajak ke agama baru, bukan Islam. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya.
Prof. Dr. M Abu Zahrah, ulama Mesir dalam bukunya Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah fi As-Siyaasah wal-‘Aqoid menegaskan, “Jika guru pertama (Mirza Ali) pada aliran ini sudah melangkah dalam penghancuran ajaran Islam dengan mengatas namakan pembaharuan (tajdid), lalu penerusnya (Baha’ullah) menyempurnakannya dengan mengingkari semua ajaran Islam serta menyingkirkannya, dan penerus berikutnya (Abbas Baha’) melangkah lebih jauh dari itu. Dia bahkan mengambil kitab-kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Quran.”
Bertumbuh Bak Bunga Rafflesia
Penganut faham in mencapai 5 juta jiwa. Mayoritas tersebar di Irak, Suriah, Lebanon, Dan Palestina. Pusat alitan Bahaiyah di Timur Tengah terltak di kota Haifa, Palestina (baca: Israel). Baha’iyah berkembang di Eropa dan Amerika berpusat di Chicago. Agama ini dinilai Abu Zahrah sebagi ajaran yang diada-adakan belaka. Mereka menggunakan topeng Taqiyah, yaitu cara mengelabui manusia dengan menyembunyikan dogmanya, padahal yang terselubung di dalam hatinya adalah usaha untuk mendangkalkan aqidah Islam dan menghancurkan ajaran-ajarannya dan menjauhkan dari pemeluknya.
Berdasarkan The World Almanac and Book of Facts 2004, kebanyakan penganut Baha’i hidup di Asia (3,6 juta), Afrika (1,8 juta), dan Amerika Latin (900.000). Menurut beberapa perkiraan, masyarakat Baha’i yang terbesar di dunia adalah India, dengan 2,2 juta orang Baha’i, kemudian Iran, dengan 350.000, dan Amerika Serikat, dengan 150.000. Selain negara-negara itu, jumlah penganut sangat berbeda-beda. Pada saat ini, belum ada negara yang mayoritasnya beragama Baha’i. Guyana adalah negara dengan persentase penduduk yang beragama Baha’i yang paling besar (7,0%).
Dari beberapa keyakinan dan tata cara ibadat, keyakinan mereka bersumber dari pemikiran Syiah Imamiyyah, Syikhiyyah, Masoniyyah, dan Yahudi Internasional. Menurut Prof. Dr. M Abu Zahrah (ulama Mesir) dalam bukunya Tarikh Al-Madzaahib Al-Islamiyyah fi As-Siyaasah wal-‘Aqoid, Baha’i berasal dari Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. “Yang pasti,” lanjut Abu Zahrah, “Baha’iyah mempunyai kegiatan pesat di wilayah kaum muslimin di kala mereka diberi kebebasan oleh musuh-musuh Islam, yaitu penjajah. Maka Baha’iyah semakin kuat setelah terjadi perang Dunia I dan Perang Dunia II.”
Baha`i Pun Ada di Dunia Maya
Penganut Agama Baha`i bukanlah orang-orang yang kuno dan gaptek (gagap teknologi). Ada banyak penganutnya yang merupakan cendekiawan. Berbekal penganut yang pandai teknologi, para pembesar Agama Baha`i memerintahkan untuk mempublikasikan dan mensosialisasikan Agama Baha`i di dunia maya, seperti www.bahai.org. Situs resmi utama milik Baha`i sedunia. www.bahaullah.org, dan www.bahaiindex.com. Di Indonesia ada sebuah situs resmi milik penganut Agama Baha`i berbahasa indonesia yang dibawah koordinasi Majelis Nasional Baha`i Indonesia, www.bahaiindonesia.org. Dan masih banyak lagi situs milik Bahai yang bahkan menggunakan terma-terma Islam. Jadi selektiflah dalam mengakses situs.
Baha`i, Sebuah Agama Tersendiri
Dalam situs tersebut ditegaskan bahwa Agama Bahá’í adalah agama yang independen dan bersifat universal, bukan sekte dari agama lain, tidak berafiliasi dengan agama manapun. Pesuruh (utusan/rasul/nabi—pen) Tuhan dari agama Bahá’í adalah Bahá’u’lláh, mengumumkan, “Tujuan dasar yang menjiwai Keyakinan dan Agama Tuhan ialah untuk melindungi kepentingan-kepentingan umat manusia dan memajukan kesatuan umat manusia, serta untuk memupuk semangat cinta kasih dan persahabatan di antara manusia.
Artinya menurut Baha`i, tujuan utama agamaNya hanya mewujudkan transformasi rohani dalam kehidupan manusia dan memperbaharui lembaga-lembaga masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan seluruh umat manusia. Umat Bahá’í berkeyakinan bahwa agama harus menjadi sumber perdamaian dan keselarasan, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun dunia.
Baha`i Holy Writing atau yang disebut sebagai Al-Kitab Al-Aqdas (Kitab Suci) merupakan kitab suci agama Baha`i yang ditulis oleh Baha`ullah. Rumah ibadah Bahá’í terbuka bagi penganut dari semua agama. Rumah ibadah tersebut merupakan tempat untuk berdoa dan bermeditasi bagi individu dan masyarakat. Saat ini, rumah ibadah Bahá’í sudah ada di setiap benua di dunia: di New Delhi, India; di Apia, Samoa Barat, Pasifik; di Kampala, Uganda, Afrika; di Sidney, Australia; di Panama City, Panama, Amerika Tengah; di Wilmette, Illinois, Amerika Serikat; dan di Frankfurt, Jerman; dan Iskhabad, Russia. Di seluruh dunia, sudah disiapkan lebih dari 120 lokasi tempat akan didirikannya rumah-rumah ibadah tersebut.
Rumah ibadah Bahá’í bebas untuk memiliki rancangannya dan gaya arsitektur dan konstruksi bangunan sendiri, namun semua harus mengikuti pola arsitektur yang bertemakan ketunggalan , yakni harus mempunyai sembilan sisi dan sebuah kubah di tengahnya. Para pengunjung dapat memasuki rumah ibadah dari sisi mana saja, namun mereka di satukan di bawah satu kubah. Acara ibadah terdiri dari pembacaan  Tulisan Suci Bahá’í dan Tulisan Suci agama-agama lain, dan diperbolehkan pula adanya iringan musik tanpa instrumen (acapela). Tidak ada khotbah, ritus atau pendeta. Tiap tahun jutaan orang dari semua agama di dunia mengunjungi rumah-rumah ibadah Bahá’í  untuk berdoa dan bermeditasi.
Selain itu kaum Baha`i ketika beribadah menghadap ke arah gunung Carmel yaitu pegunungan di barat laut Israel di dekat Pantai Mediterania. Mereka melakukan perbuatan yang mirip dengan shalat hanya sekali dalam sehari. Mereka juga melakukan puasa, namun puasanya hanya tujuh belas hari. Agama Baha’i memiliki cara ibadah tersendiri, yakni dengan membedakan waktu beribadah menjadi tiga bagian yaitu ibadah jangka pendek, menengah, dan panjang. Pengikutnya pun bebas memilih. Kalau memilih beribadah jangka pendek dan menengah, waktunya mulai matahari terbit hingga matahari tenggelam. “Sedangkan ibadah panjang waktunya 24 jam. Pengikutnya bebas memilih.
Sikap Umat Muslim kepada Umat Baha`i
Pada Mei 2001 M, Pemerintah Mesir telah berhasil menyingkap gerakan Bahaiyyah dan menjebloskan oknum-oknumnya ke penjara. Pihak Universitas Al-Azhar telah mengeluarkan statement tentang rusaknya aqidah mereka. Pada 15 Agustus 1962, Presiden Ir. Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264/ Tahun 1962 tentang pelarangan terhadap tujuh organisasi, termasuk Baha’i, Liga Demokrasi dan Rotary Club. Di masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Baha’i juga dilarang. Namun, ketika Abdurrahman Wahid jadi Presiden, Baha’i justru diresmikan. Sebelum Abdurrahman Wahid jadi Presiden, menurut Djohan Effendi, ia memang sering melakukan dialog dengan pengikut Baha’i di kediamanya, Ciganjur, Jakarta.
Namun kini Agama Baha`iyyah tumbuh subur di Indonesia antara lain berkat “sang wali agung” K.H. Abdurrahman Wahid. Sebagaimana dilaporkan okezone edisi 26 Oktober 2009, agama Baha’i ternyata berkembang di Desa Ringinpitu, Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur. Bahkan, memiliki kantor pusat di Jakarta, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Intel Kejari Blitar Slamet SH. Saat ini keberadaanya telah berkembang pesat. Sedikitnya ada 13 tokoh Baha’i dengan jumlah pengikut sekitar 157 orang.
Maraji’
Al-Mausu’ah Al-Muyasarah fi Al-Adyan wa Al-Ahzab Al-Mu’ashirah di bawah pengawasan Dr. Mani’ bin Hammad Al-Juhani, cet II Thn 1418 H, hlm. 412.
Aliran dan Paham Sesat di Indonesia karya Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Surabaya, 30 Dzul Qa’dah 1431
Disebarkan oleh www.thaybah.or.id

No comments:

Post a Comment