Saturday, November 15, 2014

Misteri Pemindahan Singgasana Ratu Bilqis


“Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya).” (QS. An Naml (27): 38-40)

Bagi para pemikir Islam modern, apa yang telah dikisahkan dalam Al-Qur’an surat An Naml ayat 38 – 40 tersebut di atas, adalah merupakan suatu petunjuk nyata akan kecanggihan teknologi yang telah dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s. dan umatnya, dimana dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi, umat Nabi Sulaiman mampu menciptakan teknologi teleportasi, yaitu teknologi memindahkan suatu obyek dari jarak jauh hanya dalam waktu sekejap, yang mampu mengalahkan atau mengungguli kemampuan bangsa jin yang hanya mengandalkan pada kekuatan dan kecepatan fisiknya saja.

Teknologi teleportasi ini mungkin masih sulit untuk dipahami oleh sebagian besar umat Islam, terutama bagi mereka yang masih berpikiran awam. Bahkan pada zaman modern sekarang ini, teknologi teleportasi tersebut pun belum ditemukan, dan oleh sebagian orang, teknologi ini masih dianggap sebagai khayalan dunia sains fiksi belaka, sehingga sulit dipercaya apabila pada zaman dulu, di zaman Nabi Sulaiman yang hidup kurang lebih 3.000 tahun yang lalu, teknologi ini telah berhasil dicapai dan dipergunakan secara sempurna.

Namun begitu, sebagian besar umat Islam ternyata masih banyak yang belum menyadari akan kebenaran dari fakta ini, dan sebagian lainnya, terutama mereka yang beraliran konservatif, masih saja menganggap dan berkeyakinan bahwa peristiwa ini terjadi secara ghaib bin ajaib, sehingga mereka tidak kepikiran untuk menggali lebih lanjut isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang tersirat dalam ayat-ayat tersebut di atas.

Seperti yang terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir yang menjelaskan bahwa proses pemindahan singgasana Ratu Bilqis tersebut terjadi berkat doa salah seorang pengikut Nabi Sulaiman. Menurut hadist riwayat Ibnu ‘Abbas, orang ini bernama Ashaf bin Barkhiya. Ia adalah sahabat sekaligus sekretaris pribadi Nabi Sulaiman yang sangat terpercaya dan menguasai ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Kitab. Dikatakan di dalam tafsir tersebut, sama sekali tidak ada tindakan apa-apa dari pengikut Nabi Sulaiman bernama Ashaf tersebut, selain berwudhu lalu berdoa kepada Allah, dan kemudian secara ghaib dan tiba-tiba Allah pun mengabulkannya dan memindahkan singgasana Ratu Bilqis tersebut dalam waktu sekejap mata. Ini adalah penafsiran yang sangat ganjil dan mengandung sejumlah kejanggalan jika tidak dapat dibilang keliru dan menyesatkan. Penulis sendiri melihat penafsiran ini begitu sarat dengan muatan tipu daya dan kebohongan khas kaum Yahudi yang menginginkan agar umat Islam tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, dan ini yang mungkin sama sekali tidak disadari oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya.

Secara logika saja penafsiran ini sudah dapat dibantah dengan telak. Sekarang coba mari kita berpikir, berapa lama waktu yang dibutuhkan antara seorang bernama Ashaf ini mulai berdoa hingga dikabulkan oleh Allah? Apakah bisa ia melakukannya dalam waktu kurang dari sekedipan mata? Jangan-jangan belum lagi Ashaf ini mulai berdoa, jin ’Ifrit sudah membawa singgasana Ratu Bilqis di hadapan Nabi Sulaiman. Dalam penafsiran tersebut, terkesan bahwa Allah SWT telah diposisikan sama seperti jin botol yang selalu siap untuk mengabulkan dan memenuhi apa pun yang diminta oleh manusia. Selain itu, kejanggalan lainnya dalam penafsiran ini adalah:

Pertama, jika yang dikerjakan oleh seorang bernama Ashaf ini hanya berdoa memohon kepada Allah, apakah pantas ia berkata atau memberi jaminan kepada Nabi Sulaiman bahwa; ia akan membawa singgasana itu kepada Nabi Sulaiman sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip? Seolah ia dengan begitu yakinnya telah mengetahui bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya persis seperti apa yang ia janjikan atau jaminkan kepada Nabi Sulaiman. Ini tidak masuk akal, mengingat Nabi Muhammad SAW saja tidak pernah sepercaya diri itu dalam menjanjikan sesuatu kepada orang lain, terlebih bila hal tersebut sepenuhnya sangat tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Allah SWT.

Kedua, jika memang benar upaya yang dilakukan oleh orang bernama Ashaf ini hanya berdoa memohon kepada Allah untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata, siapakah sebenarnya yang lebih dekat dan lebih mulia di sisi Allah di antara mereka? Bukankah yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah SWT di antara mereka tentunya adalah Nabi Sulaiman sendiri? Jika upaya yang dilakukan hanya sekedar berdoa saja, tentunya Nabi Sulaiman bisa melakukannya sendiri, karena justru beliaulah orang yang paling berhak untuk melakukannya dan paling makbul doanya untuk didengar dan dikabulkan oleh Allah. Lalu mengapa Nabi Sulaiman harus menggantungkannya kepada orang lain? Sekali lagi, penafsiran ini tidaklah masuk akal.

Dalam kajian ini, bukannya penulis tidak mempercayai sesuatu yang bersifat ghaib atau supranatural, seperti mukjizat atau keajaiban, terlebih apabila hal tersebut berasal dari Allah. Juga bukan pula karena mau sok ilmiah, namun perlu untuk kita cermati bahwa peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata tersebut bukanlah suatu peristiwa yang sederhana yang bisa dijelaskan begitu saja secara dangkal, dimana dengan doa semuanya selesai atau semuanya beres. Lalu untuk apa orang bernama Ashaf ini dikatakan dalam Al-Qur’an mempunyai ilmu dari al-Kitab kalau yang dilakukannya hanya sekedar berwudhu dan berdoa dimana semua orang bisa melakukannya?

Fakta yang telah disyaratkan Al-Qur’an adalah ’Ifrit dari golongan jin mampu memindahkan singgasana itu karena mengandalkan kekuatannya, sementara manusia yang jauh lebih lemah ternyata mampu memindahkannya dengan cara yang jauh lebih cepat lagi, yaitu hanya dalam waktu sekejap mata. Dengan cara apakah manusia atau seorang bernama Ashaf ini mampu memindahkannya? Jawabannya tentu saja dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya karena bukankah telah diisyaratkan di dalam Al-Qur’an bahwa kemampuan Ashaf ini diperoleh karena ia memiliki ilmu dari al-Kitab. Menurut sebagian penafsir, bahwa al-Kitab yang dimaksud adalah kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud. Namun penulis menduga bahwa yang dimaksud al-Kitab tersebut adalah manuskrip ilmu pengetahuan yang diwariskan oleh kedua nabi tersebut. Mengingat Nabi Musa sendiri diketahui adalah orang yang paling cerdas dan berilmu di zamannya. Selama tinggal di istana Fir’aun, dari kecil hingga dewasa, Nabi Musa banyak mempelajari manuskrip-manuskrip kuno milik bangsa Mesir kuno yang berisi catatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang telah berhasil dicapai oleh umat manusia di masa lampau, seperti mungkin teknologi pembangunan piramid dan juga teknologi kelistrikan yang konon kabarnya telah berhasil dicapai oleh bangsa Mesir kuno. Begitu pula dengan Nabi Daud. Ia juga adalah seorang yang sangat cerdas dan mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, terutama dalam bidang metalurgi atau pengolahan logam.

Kita memang tidak tahu dengan pasti al-Kitab macam apakah yang dikuasai oleh pengikut Nabi Sulaiman bernama Ashaf bin Barkhiya ini, yang jelas Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa kelebihan orang ini dibandingkan yang lainnya adalah ia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dapat langsung diaplikasikan atau dibuktikan, dimana sebelum Ashaf menjanjikan kepada Nabi Sulaiman, tentunya ia telah menguji coba atau melakukan serangkaian eksperimen terlebih dahulu dan berlangsung sukses, sehingga dengan yakinnya ia kemudian bisa menjanjikan kepada Nabi Sulaiman, pemindahan singgasana Ratu Bilqis tersebut dapat berlangsung hanya dalam waktu sekejap mata. Peristiwa pemindahan singgasana dengan teknologi yang sangat fantastis ini membuktikan bahwa peradaban bangsa Bani Israel di zaman Nabi Sulaiman telah demikian sangat maju dan canggihnya, sekaligus bukti bahwa Allah melebihkan derajat orang-orang yang mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mengapa penulis cenderung lebih beranggapan bahwa peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata adalah masalah ilmu pengetahuan dan teknologi? Karena secara konsep ilmu fisika, pemindahan materi dari jarak jauh dalam waktu sekejap adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Hal tersebut adalah sesuatu yang masuk akal dan memang bisa direalisasikan jika kita memang benar-benar mengetahui dan menguasai ilmunya atau rahasianya. Sejumlah penelitian dan eksperimen ke arah sana telah mulai dilakukan oleh para ilmuwan di sejumlah negara maju, dan mereka telah memperoleh sedikit kemajuan, meskipun kemajuan tersebut baru dalam tahap awal yang masih sangat mendasar sifatnya.

Pada prinsipnya, teleportasi sendiri adalah mentransfer materi dari satu titik ke titik lainnya. Selama ini istilah teleportasi hanya dikenal dalam cerita sains fiksi, sementara dalam ilmu fisika kemungkinan itu masih dalam sebatas teori. Ide umum dari teleportasi ini adalah obyek yang akan dipindahkan lebih dulu di-scanning untuk mengekstrak seluruh informasi atom-atom penyusunnya sebelum dilakukan proses dematerialisasi atau penguraian, dan kemudian informasi detil dari konfigurasi atom yang telah diekstrak ini ditransmisikan atau dikirimkan ke lokasi yang berbeda dalam bentuk gelombang untuk direkonstruksi kembali. Dengan cara seperti ini, maka jarak dan waktu tidak lagi mempengaruhi perjalanan atau perpindahan obyek tersebut, atau dengan kata lain proses ini tidak membutuhkan waktu tempuh dan tidak dipengaruhi oleh berapa pun jauhnya jarak antara kedua tempat tersebut. Karena pada saat proses dematerialisasi terjadi di suatu titik, maka secara bersamaan di titik tujuannya tengah terjadi proses rekonstruksi kembali. Jadi proses dematerialisasi dan rekonstruksi itu terjadi secara bersamaan. Tapi saat disusun kembali, materi yang digunakan mungkin bukan berasal dari yang aslinya, melainkan replikanya yang berasal dari atom-atom yang memiliki sifat serupa, yang secara sama persis menyusun kembali sesuai dengan bentuk aslinya.

Sebelumnya, para ilmuwan fisika masih menganggap teleportasi adalah suatu hal yang mustahil, namun pada tahun 1993, ide teleportasi mulai berpindah dari dunia sains fiksi ke dalam dunia fisika teoritis dan eksperimen. Pada tahun itu, seorang ahli fisika bernama Charles H. Bennet bersama sebuah tim peneliti yang berasal dari IBM, mengkonfirmasikan bahwa quantum teleportation secara prinsip dapat dilakukan, tapi dengan konsekuensi hanya jika obyek aslinya yang akan diteleportasikan musnah. Pernyataan ini pertama kali diungkapkan oleh Bennet dalam sebuah pertemuan di American Physical Society pada bulan Maret 1993, yang lalu diikuti oleh sebuah laporan hasil eksperimen pada tanggal 29 Maret 1993 dalam Physical Review Letters, yang membuktikan eksperimen teleportasi terhadap photon berhasil dilakukan. Sejak saat itu, sejumlah eksperimen dengan menggunakan photon pun makin membuktikan bahwa quantum teleportation adalah sebuah fakta yang mungkin terjadi.

Di tahun 1998, sekelompok fisikawan dari California Institute of Technology (Caltech), bersama dua kelompok ilmuwan Eropa, mencoba kembali mewujudkan ide pihak IBM dengan kembali sukses menteleportasikan sebuah photon (photon adalah sebuah partikel energi cahaya). Para ilmuwan Caltech ini berhasil membaca struktur “atomik” dari sebuah photon, lalu mengirimkan informasi tersebut melintasi kabel koaksial sepanjang 1 meter dan membuat replika dari photon tersebut di tempat yang baru. Seperti yang diprediksi, photon aslinya lenyap tepat pada saat replikanya dibuat. Dengan kata lain, teleportasi adalah sebuah paket analisis struktur atom dari sebuah obyek yang akan dipindahkan dari ruang transporter awal ke lokasi lain atau ke ruang transporter lain, dimana replikanya akan disusun kembali. Pada saat mesin teleportasi menyusun kembali kopian atau replika obyek aslinya di tempat yang baru, maka pada saat yang sama mesin tersebut juga akan melakukan scanning terhadap obyek aslinya sambil mengurai dan memusnahkannya.

Eksperimen teleportasi berikutnya terjadi di tahun 2002, ketika para peneliti di Australian National University berhasil menteleportasikan seberkas sinar laser. Tetapi eksperimen teleportasi terbaru yang paling sukses terjadi pada tanggal 4 Oktober 2006 di Niels Bohr Institute, Copenhagen, Denmark. Dr. Eugene Polzik dan timnya telah berhasil menteleportasikan paket informasi dalam seberkas sinar laser ke dalam sebuah awan atom. Menurut Polzik, eksperimen ini adalah satu langkah maju karena untuk pertama kalinya eksperimen teleportasi melibatkan antara cahaya dan materi, dua obyek yang berbeda. Satu membawa informasi dan satunya lagi sebagai medium perantara. Informasi ini berhasil diteleportasikan sejauh sekitar setengah meter.

Apa yang telah dicapai oleh para ilmuwan tersebut memang masih sangat jauh dari pengembangan teknologi teleportasi yang telah berhasil dicapai oleh umat Nabi Sulaiman sekitar 3.000 tahun yang lalu. Namun setidaknya, eksperimen-eksperimen tersebut menunjukkan kepada kita bahwa peristiwa teleportasi adalah suatu hal yang sangat mungkin terjadi dari segi ilmiah dan bukan hanya merupakan khayalan belaka. Eksperimen-eksperimen tersebut juga secara tidak langsung merupakan langkah awal untuk membuktikan kebenaran ilmiah Al-Qur’an dan untuk menyadarkan kita agar membuang jauh-jauh penafsiran yang cenderung bersifat tahayul atau khurafat yang hanya membuat pemahaman dan pemikiran umat Islam menjadi dangkal sehingga “tumpul” dan tidak lagi peka dalam membaca isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Saat ini memang eksperimen-eksperimen teleportasi baru bisa dilakukan atau diujicobakan terhadap photon, dan belum bisa dilakukan terhadap materi atau obyek yang lebih tinggi atau lebih komplek tingkatannya dari photon, sehingga kemampuan untuk memindahkan suatu obyek dari satu tempat ke tampat yang lain dengan cara teleportasi belum bisa dilakukan. Sebabnya adalah karena para ilmuwan masih belum mampu atau belum mengetahui cara untuk mengidentifikasi secara tepat posisi atom-atom yang menyusun suatu obyek pada saat berlangsungnya proses scanning. Padahal mengetahui secara tepat posisi atom-atom penyusun suatu obyek adalah syarat utama dalam proses scanning agar tidak terjadi kesalahan penempatan dalam penyusunan atau proses rekonstruksi kembali di tempat tujuan.

Pemetaan posisi atom-atom secara tepat memang belum bisa dilakukan karena bertentangan dengan Hukum Ketidakpastian Heisenberg (Heisenberg Uncertainty Principle) dalam mekanika quantum, yang menghalangi segala bentuk pengukuran atau proses scanning terhadap semua informasi yang diekstraksi dari sebuah atom atau obyek. Berdasarkan prinsip-prinsip yang diformulasikan pada tahun 1927 oleh fisikawan Jerman bernama Werner Heisenberg tersebut adalah tidak mungkin untuk menetapkan secara bersamaan posisi dan momentum sebuah partikel, seperti sebuah elektron misalnya, secara persis. Sehingga semakin akurat penentuan sebuah partikel maka akan semakin menghasilkan suatu ketidakpersisan dalam pengukurannya. Jadi makin akurat sebuah obyek di-scanning, semakin ia “terganggu” oleh proses scanning tersebut. Jadi makin kita ingin mengetahui secara persis posisi yang sebenarnya dari lokasi sebuah atom, maka semakin “terganggu” dan tidak pasti dimana atom tersebut berada, sehingga akhirnya kita tidak dapat mengekstrak cukup informasi penyusun dari suatu obyek untuk dibuat replikanya. Berdasarkan prinsip tersebut maka untuk membuat replika yang sama persis dari suatu obyek yang pertikel terkecilnya telah diuraikan tak akan pernah bisa disusun kembali.

Namun begitu, kita harus optimis bahwa suatu saat nanti kendala teknologi tersebut dapat ditemukan solusinya, sehingga teknologi teleportasi akan dapat dicapai dan diwujudkan oleh umat manusia, terlebih bila pencapaian itu berhasil dilakukan oleh umat Islam sendiri. Teknologi teleportasi bukanlah khayalan atau suatu hal yang mustahil bagi manusia karena teknologi tersebut telah jelas-jelas diisyaratkan dalam kitab suci Al-Qur’an lewat peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis di zaman Nabi Sulaiman yang dilakukan oleh seorang manusia yang mempunyai ilmu dari al-Kitab alias menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa teknologi teleportasi sesungguhnya dapat dicapai dan dikuasai oleh umat manusia, dimana teknologi ini jauh lebih baik dari kemampuan yang dimiliki oleh bangsa jin. Pencapaian teknologi teleportasi juga merupakan salah satu bukti keunggulan manusia yang berilmu dibandingkan dengan bangsa jin, meskipun itu dari golongan jin yang paling cerdik sekalipun.

Misteri Eksperimen Philadelphia

Kisah Eksperimen Philadelphia sebenarnya masuk ke dalam ranah topik teori konspirasi. Subyek ini telah lama menjadi kontroversi dan bahan perdebatan. Fakta sebenarnya di balik eksperimen ini memang tidak pernah diketahui publik. Banyak informasi aneh yang beredar sehubungan dengan eksperimen misterius ini. Sebagian orang ada yang menganggap kisah eksperimen ini adalah hoax alias kebohongan atau rumor yang memang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu. Ada pula yang menganggapnya sebagai mitos dari kebudayaan modern, seperti halnya mitos tentang “Area 51”. Namun bagi penganut teori konspirasi, eksperimen ini adalah suatu fakta sejarah yang menunjukkan bahwa semasa Perang Dunia II, pihak Amerika diam-diam telah berhasil melakukan eksperimen rahasia mengenai invisibility atau teleportasi.

Terlepas dari benar-tidaknya, saya sendiri menganggap bahwa eksperimen ini memang tidak dapat dijadikan sebagai fakta pendukung ataupun bukti kuat bahwa teknologi teleportasi telah berhasil dicapai atau ditemukan kembali oleh pemerintah Amerika, karena terlalu banyak versi dan juga narasumber yang mengisahkan tentang peristiwa Eksperimen Philadelphia ini, dimana masing-masing versi tersebut saling bertentangan satu sama lain dan tak didukung oleh bukti-bukti yang kuat selain hanya berdasarkan cerita-cerita atau kesaksian yang mungkin bisa dikarang-karang sendiri. Namun apabila benar, kisah ini setidaknya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kita atau memperkaya kesimpulan kita seputar masalah teleportasi, mengingat pencapaian ini bukanlah suatu hal yang mustahil.

Secara umum dikisahkan bahwa Eksperimen Philadelphia yang dipimpin dan dikerjakan oleh Dr. Franklin Reno alias “Dr. Rinehart” ini didasari atas salah satu aspek dari Teori Penyatuan Medan atau Unified Field Theory yang dicetuskan oleh Albert Einstein pada era tahun 1920-an. Teori Penyatuan Medan dalam ilmu fisika adalah suatu konsep teoritis atau theoretical framework yang memungkinkan untuk menggabungkan atau menghubungkan semua interaksi gaya atau kekuatan yang ada di alam ke dalam satu bentuk rumus persamaan.

Penggabungan semua gaya atau kekuatan yang berjumlah empat itu disebut sebagai interaksi-interaksi (interactions) yang menghubungkan antara gaya gravitasi, elektromagnet, gaya nuklir kuat (strong nuclear force) yang mengikat inti atom agar tetap menyatu, dan gaya nuklir lemah (weak nuclear force) yang bertanggung jawab dalam proses peluruhan radioaktif, yang kesemuanya dideskripsikan ke dalam bentuk satu rumus persamaan. Keempat gaya atau kekuatan ini adalah yang menentukan atau menguasai interaksi semua materi di alam semesta. Rumus persamaan dari teori ini, jika berhasil ditemukan, akan memungkinkan untuk menjelaskan semua hubungan atau seluruh interaksi antar hukum-hukum fisika yang ada di alam semesta.

Namun begitu, selama puluhan tahun para ilmuwan berusaha keras, belum ada seorang pun, termasuk Einstein sendiri, yang berhasil merumuskan rumus persamaan bagi Teori Penyatuan Medan ini. Einstein sendiri selama 30 tahun terakhir hidupnya yang hanya berusaha untuk menemukan dan merumuskan hubungan antara dua gaya saja, yaitu gaya gravitasi dan elektromagnetik, tak pernah berhasil. Rumus persamaan yang baru berhasil ditemukan saat ini adalah interaksi antara gaya elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah (weak nuclear force) yang kemudian disebut electroweak theory. Rumus ini ditemukan antara tahun 1967-68 oleh fisikawan Amerika, Steven Weinberg, dan fisikawan Pakistan, Abdus Salam, dengan menggunakan suatu teknik matematika yang disebut dengan gauge symmetry.

Padahal jika kita berhasil menemukan rumus persamaan bagi Teori Penyatuan Medan ini, maka akan diperoleh banyak aplikasi atau pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang dapat diwujudkan oleh umat manusia. Aplikasi dari teori ini akan memungkinkan kita untuk bisa melakukan banyak hal yang mustahil, antara lain seperti menolak gaya gravitasi (anti-gravity), menjadi tidak terlihat oleh mata (invisibility), berpindah tempat dalam waktu sekejap (teleportation), mengubah logam biasa menjadi emas (transmutation), berjalan menembus dinding seperti hantu, atau bahkan mungkin pergi ke masa depan atau pergi ke masa lalu (time travel), dan banyak lagi hal mustahil lainnya.

Sementara salah satu aspek dari Teori Penyatuan Medan yang diujicobakan oleh pihak AL Amerika dalam Eksperimen Philadelphia ini adalah aplikasi hubungan antara gaya elektromagnetik dan gravitasi untuk menciptakan efek invisibility pada kapal perang mereka agar tidak terlihat oleh musuh. Jika benar, hal ini menunjukkan bahwa pihak AL Amerika tampaknya secara diam-diam telah berhasil menemukan hubungan antara interaksi gaya elektromagnetik dengan gravitasi. Dalam eksperimen tersebut, pihak AL Amerika menggunakan generator listrik yang memiliki daya yang sangat besar yang dialirkan lewat kabel-kabel yang dililitkan ke seluruh badan kapal agar kapal tersebut mendapatkan efek medan elektromagnet yang akan membuatnya menjadi tidak terlihat alias menghilang dari pandangan (invisible).

Fakta yang telah diketahui, pihak AL Amerika memang pernah melakukan sejumlah eksperimen semasa Perang Dunia II. Banyak dari eksperimen tersebut yang dirahasiakan. Sebagian dari eksperimen tersebut bertujuan untuk aplikasi di bidang militer yang didasari atas penemuan-penemuan atau teori-teori terbaru dalam bidang ilmu fisika, termasuk di antaranya adalah Teori Penyatuan Medan dimana Einstein sendiri pernah terlibat di dalamnya. Fakta inilah yang tampaknya menjadi asal-mula dugaan dan kecurigaan bahwa AL Amerika telah melakukan eksperimen invisibility pada tahun 1943. Versi berbeda dari aplikasi hubungan antara gaya elektromagnetik dan gravitasi konon juga pernah dilakukan oleh pihak Nazi Jerman pada akhir Perang Dunia II, dengan melakukan eksperimen rahasia untuk menciptakan mesin terbang anti-gravitasi.

Dalam Eksperimen Philadelphia ini, AL Amerika menggunakan sebuah kapal perusak (destroyer) bernama USS Eldridge (DE-173) sebagai obyek eksperimennya. Eksperimen ini dilakukan di galangan kapal AL Amerika yang berada di Philadelphia (Philadelphia Naval Shipyard). Persiapan hingga uji coba telah dimulai sejak awal musim panas tahun 1943. Pada uji coba yang pertama, kapal USS Eldridge berhasil dibuat menghilang dalam arti sebenarnya, bukan hilang dalam arti tidak terdeteksi oleh radar. Sejumlah saksi mata melaporkan adanya “kabut kehijauan” yang muncul di sekitar lokasi kejadian menyelimuti kapal perusak tersebut. Pada saat kapal USS Eldridge menghilang dari pandangan, permukaan air tempat kapal tersebut berlabuh terlihat ada legokan yang berbentuk dan seukuran lambung kapal USS Eldridge yang menandakan bahwa kapal perusak tersebut sebenarnya masih berada di tempatnya, namun tidak terlihat. Persis seperti dalam film sains fiksi “Predator” (1987).

Setelah melakukan sejumlah evaluasi dan penyetelan ulang terhadap peralatan yang digunakan, AL Amerika kembali mengulangi eksperimen tersebut. Namun kali ini dengan melibatkan awak kapal USS Eldridge sendiri, meskipun para awak kapal tersebut tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi terhadap diri mereka. Dalam uji coba kali ini, saat generator dinyalakan dan tombol dihidupkan, kapal USS Eldridge tidak hanya kembali berhasil dibuat tidak terlihat, namun secara fisik berhasil dibuat menghilang dari tempatnya semula dalam sebuah kilatan cahaya berwarna biru, dan diteleportasikan ke pelabuhan Norfolk, di Virginia, yang berjarak lebih dari 200 mil jauhnya. Kemunculan kapal USS Eldridge di tempatnya yang baru itu konon sempat disaksikan oleh sejumlah kapal dagang Inggris yang saat itu tengah berlabuh. Setelah menghilang dan berpindah tempat selama sekitar 10 detik, kapal perusak ini pun lalu muncul kembali di tempatnya semula, di pelabuhan Philadelphia.

Kapal USS Eldridge tak hanya berhasil dibuat menghilang dari pandangan,
tetapi juga berhasil diteleportasikan ke pelabuhan Norfolk, di Virginia.

Banyak versi yang kemudian menceritakan tentang efek yang dialami oleh awak kapal perusak USS Eldridge pasca eksperimen misterius itu. Sejumlah awaknya ditemukan tengah terbakar. Sebagian lainnya terlihat berubah menjadi orang gila dan menderita kelainan mental atau kelainan saraf. Semuanya tampak sakit. Sebagian ada yang terkena serangan jantung. Sebagian lainnya tergeletak mati atau pingsan. Tetapi yang paling aneh, sebagian dari mereka yang tengah berada di dalam kapal ditemukan tubuhnya telah menyatu secara fisik dengan struktur badan kapal, seperti terbenam separuh badan di atas lantai dek atau menyatu sebagian tubuhnya dengan dinding besi kapal. Sejumlah laporan bahkan mengatakan bahwa ada beberapa awak kapal yang tidak kelihatan atau benar-benar menghilang dan tidak pernah terlihat lagi.

Mereka semua, para awak kapal USS Eldridge, kemudian dibawa ke rumah sakit AL Bethesda, tanpa boleh diketahui ataupun berkomunikasi dengan siapa pun. Sebagian dari mereka kemudian didakwa sakit mental dan diberhentikan dari dinas AL. Sebagian yang lainnya meninggal dunia secara misterius. Mereka yang bertahan hidup menderita sejumlah kelainan yang tidak pernah dapat disembuhkan kembali. Menurut keterangan sejumlah saksi mata yang melihat kondisi awak kapal perusak USS Eldridge pasca eksperimen, diketahui ada awak yang menjadi kembar. Ada yang tidak terlihat tapi keberadaannya bisa dirasakan, seperti dalam film “Hollow Man”. Ada yang terlihat seperti orang mabuk karena berdiri dan berjalan sempoyongan. Ada yang tubuhnya terbakar oleh api aneh selama beberapa hari. Ada yang bisa melayang di udara. Ada yang mampu berjalan menembus tembok, bahkan ada yang menghilang atau tidak terlihat secara temporary atau permanen. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa seluruh awak kapal USS Eldridge sebenarnya telah dicuciotaknya oleh pihak pemerintah Amerika dengan tujuan untuk merahasiakan atau menutup-nutupi kisah sebenarnya di balik eksperimen misterius tersebut.

Sedikitnya ada tiga kesimpulan yang dapat kita ambil dan pelajari dari kisah tentang Eksperimen Philadelphia ini bila seandainya kisah tersebut memang benar-benar pernah terjadi dan merupakan sebuah fakta sejarah. Pertama adalah teknologi teleportasi hanya dapat digunakan untuk memindahkan obyek benda mati dan tidak dapat digunakan untuk memindahkan obyek mahluk hidup, baik berupa manusia atau hewan. Tidak dapat digunakan bukan karena tidak bisa dilakukan, melainkan karena efek yang diakibatkannya, seperti yang dialami oleh para awak kapal USS Eldridge pasca eksperimen. Hal ini mungkin disebabkan karena molekul-molekul dari tubuh manusia atau mahluk hidup senantiasa bergerak, seperti misalnya darah yang selalu beredar dan jantung yang selalu berdetak tanpa bisa dihentikan, sehingga menyulitkan dalam proses scanning dan penyusunan kembali atom-atomnya. Adanya awak kapal yang ditemukan dalam keadaan tubuhnya menyatu secara fisik dengan dinding atau lantai dek kapal mungkin disebabkan karena pada saat tengah berlangsungnya proses teleportasi, awak kapal tersebut sedang bergerak dan bukannya dalam keadaan diam, sehingga pada saat proses scanning, pemecahan dan penyusunan kembali atom-atom kapal beserta isinya, informasi dari atom penyusun tubuh kapal dan awaknya menjadi saling tumpang-tindih. Hal ini berbeda dengan benda mati yang selalu berada dalam keadaan relatif diam atau tetap pada tempatnya.

Ini pula sebabnya mengapa kemungkinan untuk menteleportasikan manusia atau hewan tidak dicontohkan atau tidak diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Sementara peristiwa teleportasi yang terjadi di zaman Nabi Sulaiman adalah merupakan kejadian pemindahan obyek yang berupa benda mati, yaitu singgasana Ratu Bilqis, dan tidak ada mahluk hidup yang turut dipindahkan dalam peristiwa tersebut. Selain itu, dapat dibayangkan sendiri betapa sulit dan rumitnya proses teleportasi terhadap manusia, mengingat mesin teleportasi tersebut harus mampu menyusun kembali secara persis dan tepat dengan menganalisis seluruh atom (1028 atom) penyusun tubuh manusia. Selain organ-organ dan molekul-molekul yang ada di dalam tubuh manusia itu selalu bergerak aktif, saat mereplikasi setiap molekul penyusun tubuh manusia tidak boleh ada yang meleset 1 milimeter pun, karena jika tidak, maka resikonya manusia yang diteleportasikan, setelah disusun kembali akan mengalami sejumlah kelainan sistem saraf (neurologik) atau masalah psikologis seperti yang dialami oleh para awak kapal USS Eldridge.

Apabila kita mau mencermati secara lebih teliti kisah pemindahan singgasana Ratu Bilqis yang terdapat dalam Al-Qur’an, proses teleportasi yang dilakukan oleh Ashaf bin Barkhiya sendiri ternyata juga tidak berlangsung secara sempurna pada saat penyusunan atau rekonstruksi kembali atom-atom singgasana Ratu Bilqis. Isyarat ini terbaca dari perkataan Nabi Sulaiman dalam surat An Naml ayat 41 - 42.

“Dia berkata: “Robahlah baginya singgasananya, maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal(nya). Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: “Serupa inikah singgasanamu?” Dia menjawab: “Seakan-akan singgasana ini singgasanaku....” (QS. An Naml (27): 41-42).

Nabi Sulaiman ternyata memerintahkan untuk mengubah atau sedikit memodifikasi singgasana Ratu Bilqis setelah beliau menyaksikan sendiri bagaimana singgasana itu berhasil dipindahkan dalam waktu hanya sekejap mata lewat proses teleportasi. Saya katakan “sedikit” dimodifikasi dan bukannya dirubah total adalah karena pada ayat berikutnya, Ratu Bilqis ternyata masih “sedikit” mengenali singgasananya.

Jika Nabi Sulaiman memang bertujuan ingin memberikan semacam “surprise” kepada Ratu Bilqis, seharusnya ia tidak memodifikasi singgasana Ratu Bilqis, karena dengan begitu Ratu Bilqis akan langsung mengenalinya dan semakin takjub dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh Nabi Sulaiman dan umatnya yang mampu memindahkan suatu benda dari jarak jauh dalam waktu sekejap mata. Tetapi ternyata Nabi Sulaiman memerintahkan untuk sedikit mengubahnya, kenapa? Jawabannya karena proses teleportasi yang dilakukan oleh Ashaf meskipun berhasil memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata, namun teknologi tersebut ternyata tidak berhasil secara sempurna menyusun kembali atom-atom singgasana Ratu Bilqis secara persis pada tempatnya semula, sehingga perlu adanya sedikit modifikasi untuk menutupi ketidaksempurnaan proses tersebut. Dari kejadian ini dapat kita ketahui bahwa tampaknya Prinsip Ketidakpastian Heisenberg masih belum bisa diatasi secara sempurna oleh Ashaf bin Barkhiya.

Kedua, ini semacam alternatif teori yang agak sedikit berbeda dari penjelasan mengenai proses teleportasi yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan sepertinya tidak bertentangan dengan Hukum Ketidakpastian Heisenberg. Jadi, proses teleportasi itu mungkin sebenarnya bukanlah dengan cara di-scan untuk memetakan posisi atom-atom suatu obyek, lalu dipecah (dematerialisasi), ditransfer ke lokasi berbeda dalam bentuk gelombang, dan kemudian disusun kembali replikanya di tempat yang baru, melainkan adalah dengan cara mengkondisikan suatu obyek yang akan dipindahkan sehingga terbebas dari pengaruh efek ruang (dimensi) – ini mungkin bisa dijelaskan lewat Teori Penyatuan Medan atau Teori Relativitas – misalnya dengan melingkupi obyek tersebut dengan medan elektromagnetik yang sangat kuat sehingga obyek tersebut dapat menembus ruang antar dimensi, lalu dengan menentukan semacam titik perpotongan atau menyatukan antara koordinat lokasi obyek semula dengan lokasi yang baru menjadi satu titik – hal ini bisa dilakukan dengan cara “melengkungkan” dimensi ruang, maka obyek tersebut pun bisa dipindahkan tanpa harus memecah dan menyusun kembali atom-atomnya. Prinsip kerjanya sama seperti mesin waktu, hanya saja jika mesin waktu bekerja dengan mempengaruhi ruang-waktu, maka teleportasi hanya ruang saja. Namun ini hanyalah baru sebatas pemikiran atau dugaan yang perlu dikaji lebih lanjut kemungkinannya.

Ketiga, fakta tentang peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis lewat cara teleportasi secara tidak langsung menunjukkan bahwa umat di zaman Nabi Sulaiman telah mengenal atau bahkan mungkin telah berhasil memecahkan rumus persamaan Teori Penyatuan Medan, dan berhasil mengaplikasikan teori tersebut ke dalam bentuk teknologi tepat guna. Tidak heran apabila kejayaan kerajaan Nabi Sulaiman tidak ada yang bisa mengalahkan atau menandinginya hingga akhir zaman nanti, salah satunya adalah karena Nabi Sulaiman dan umatnya telah menguasai Teori Penyatuan Medan. Penguasaan akan pengetahuan mengenai Teori Penyatuan Medan ini akan membuat seseorang yang memilikinya tidak hanya mampu menaklukkan alam semesta dengan memanipulasi hukum-hukum fisika, tetapi juga mampu menguasai dan memperbudak bangsa jin yang berada di alam dimensi lain.

Wajar bila di tengah puncak kejayaannya, Nabi Sulaiman berdoa memohon kepada Allah agar kemampuan atau penguasaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu tidak diberikan kepada siapa pun juga sepeninggalnya.

“Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Shaad (38): 35)

Tentu bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila teknologi dan pengetahuan tingkat tinggi tersebut sampai jatuh ke tangan seseorang yang berwatak jahat, seperti misalnya Dajjal al-Masih di akhir zaman nanti. Saya sendiri berkeyakinan bahwa saat ini orang-orang Zionis Yahudi bersama Dajjal al-Masih di tempat persembunyiannya tengah berupaya untuk dapat menemukan dan menguasai kembali ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang pernah dimiliki oleh Nabi Sulaiman tersebut untuk mewujudkan cita-cita besar mereka, yaitu menguasai dunia. Wallahua’lam.

***

Daftar Pustaka

Roach, John. 2003. Physicists Teleport Quantum Bits Over Long Distance. National
Geographic News. http://news.nationalgeographic.com

Ventura, Tim. 2005. Einstein’s Antigravity. http://www.americanantigravity.com

No comments:

Post a Comment