Inilah Daftar Kesesatan Ahmadiyah dan LDII
Menurut LPPI & Nahimunkar.com
Berikut ini adalah daftar kesesatan dan
penyimpangan akidah Islam oleh kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Artikel ini adalah hasil
penelitian Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) berjudul "Kesesatan LDII dan Ahmadiyah" yang dirilis nahimunkar.com.
A. KESESATAN AHMADIYAH
1. Penodaan Agama Ahmadiyah dengan Nabi
Palsunya Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M). Mirza Ghulam Ahmad mengaku
diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam):
اِنَّا اَرْسَلْنَا اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ اَشِرٌ
"Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada
kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang
amat pendusta lagi sombong" (Tadzkirah, halaman 385).
Bandingkan dengan ayat Al-Qur’an:
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan
sebelum datang kepadanya azab yang pedih” (QS Nuh: 1).
Dalam Tadzkirah itu, Mirza
Ghulam Ahmad berdusta, mengatasnamakan Allah telah mengutus Ahmad (yaitu
Mirza Ghulam Ahmad) kepada kaumnya. Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta,
mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Allah, disejajarkan dengan Nabi
Nuh as yang telah Allah utus. Hingga di ayat-ayat buatan Mirza Ghulam
Ahmad dibuat juga seruan dusta atas nama Allah agar Mirza Ghulam Ahmad
membuat perahu.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam):
قُلْ اِنْ
كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ –
وَقُلْ يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
Artinya: “Katakanlah (wahai Ahmad): Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan
mengasihimu – dan katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua”. (Tadzkirah hal: 352)
Catatan dari LPPI:
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Ali Imran 31 dan surat Al-A’raf 158.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan,
penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam
Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
وَ
لِنَجْعَلَهُ اَيَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا وَكَانَ
اَمْرًامَقْضِيًّا – يَاعِيْسَى اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَىَّ
وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ
اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيُنَ كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ –
ثُلَّةٌ مِنَ اْلاَوَّ لِيْنَ وَثُلَّةٌ مِنَ اْلآَخِرِيْنَ
Artinya:“Dan agar Kami dapat
menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan
hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan - Wahai Isa,
sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan
mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir
dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang
kafir hingga hari kiamat - Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang
terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian”. (Tadzkirah hal: 396)
Catatan dari LPPI:
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari
beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Maryam ayat 21, Ali Imran ayat
55, dan Al-Waqi'ah ayat 39-40.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan,
penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam
Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah:
اِنَّ
السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا- قُلْ
اِنَّمَا اَناَ بَشَرٌ يُّوْحَى اِلَيَّ َانَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ
وَاحِدٌ
Artinya: “Bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya – katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang
diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha
Esa”. (Tadzkirah halaman: 245)
Ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad itu
dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci
Al-Qur’an, dan penyambungan yang semau-maunya yaitu surat Al-Anbiya’
ayat 30 dan surat Al-Kahfi ayat 110.
أَوَلَمْ يَرَالَّذِيْنَ كَفَرُوْآ أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah
suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”. (Qs Al-Anbiya:
30).
قُلْ اِنَّمَآ اَناَ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى اِلَيَّ أَ نَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِد
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku
ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. (Qs. Al-Kahfi:
110).
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan maksud, pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”. Ketika ayat Al-Qur’an bicara qul (katakanlah) di situ maksudnya adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sehingga manusia yang diberi wahyu dalam ayat Al-Qur’an itu adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Namun secara licik, Mirza Ghulam Ahmad telah memlintir maksud ayat
Al-Qur’an itu ketika dia masukkan ke dalam apa yang dia klaim sebagai
wahyu untuk dirinya, maka manusia yang diberi wahyu itu adalah Mirza
Ghulam Ahmad. Ini jelas-jelas Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta atas
nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, sekaligus menyelewengkan dan menodai
kitab suci umat Islam, Al-Qur’anul Karim, dengan cara keji.
5. Merusak aqidah/keyakinan Islam:
a. Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
"Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu" (Tadzkirah, halaman 436).
b. Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak:
اَ نْتَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ وَلَدِىْ
"Kamu di di sisi-Ku pada ke-dudukan anak-Ku" (Tadzkirah halaman 636).
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh. Kitab Tadzkirah halaman 402:
سَيَقُوْلُ الْعَدُوُّ لَسْتَ مُرْسَلاً
"Musuh akan berkata: kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul)" (Tadzkirah halaman 402)
7. Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.
Tadzkirah, halaman 748-749:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الَّذِىْ كَفَرَ
"Laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur."
َانْتَ اِمَامٌ مُّبَارَكٌ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى مَنْ كَفَرَ
"Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur."
بُوْرِكَ مَنْ مَّعَكَ وَمَنْ حَوْلَكَ.
"Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur."
8. Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur’an. Contohnya:
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ مَاكَانَ لَهُ اَنْ يَّدْخُلَ فِيْهَا اِلاَّ خَائِفًا
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sesungguhnya dia akan binasa - Dia itu tidak masuk ke dalamnya
(neraka), kecuali dengan rasa takut."
Di dalam Al-Qur’an, bunyi ayatnya:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَب مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَب
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta
bendanya dan apa yang ia usahakan" (Qs Al-Lahab: 1-2).
A. BUKTI-BUKTI KESESATAN LDII
Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa
tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang
bersifat/ berajaran serupa
1. LDII sesat.
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di
Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas
dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat.
Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
“Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI
mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai
ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya,
karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI
supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan
sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera
menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI
hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat
mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan
BAKORPAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat
maupun daerah." (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jamaah LDII.
Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan
dalam nasihat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan
gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir,
musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh
dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/97, halaman 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi
Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan
mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu
dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar
dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia
Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman
Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG.
(Lihat: surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya
terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada
DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi
Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII,
LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok
(vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman
Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree
nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun
2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya
bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan
jamaah kita (maksudnya, LDII, pen. ). Karena betul-betul yang pertama ya
jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana
dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana.
Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul
wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh." (CAI 2000, Rangkuman Nasihat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain
LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau
makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid
untuk golongan LDII.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak
dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai
paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di
akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah
bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK
INTERN WARGA LDII.
Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
6. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus
tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang
disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII
dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada
tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga
yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa
diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir
11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri
amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70
juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula
ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong
sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya
sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta
Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk
Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900
miliar. (Sumber: Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
7. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang
dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam
yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya
keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul
Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia,
Ketua Umum: KH Hasan Basri, Sekretaris Umum: H. S. Prodjokusumo.
8. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta:
Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang
dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam
yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya
keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus
1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, KH Abdullah Syafi’ie
ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
9. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama
apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No:
Kep-089/D. A. /10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul
Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama:
Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah,
Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren
Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan
mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua:
Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam
keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama.
Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R. I.
tjap. Ttd (Soegih Arto).
10. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
11. LDII aliran sempalan yang bisa
membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan
Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa
“Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah
Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis,
Islam Jama’ah." (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang
Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
12. LDII dinyatakan sesat oleh MUI
karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis
Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam
wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah
mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang
menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap
sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
Kesesatan Sistem Manqul LDII
LDII memiliki sistem manqul. Sistem
manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah: ”Waktu belajar harus tahu
gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan
amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah.
Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul
sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah
mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi
buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM, Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal. 24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar
siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang
didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak
pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits
beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا.
Artinya: "Semoga Allah mengelokkan orang
yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain)
sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi).
Dalam hadits ini Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari
hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia
dengar. Adapun cara bagaimana atau alat apa dalam mempelajari dan
menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa
disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan
lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat
mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi
oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan
apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah Subhanahu
wa Ta'ala menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu
menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَاد الَّذِينَ
يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ
هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَاب
"Dan orang-orang yang menjauhi
thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka
berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi
Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" (Qs Az-Zumar: 17-18).
Dalam ayat tersebut tidak ada sama
sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita
diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja hrus mengikuti
yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan
harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh
anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka
orang yang menetapkan harus/ wajib manqul dari Nur Hasan atau amir
itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat: Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
1. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
2. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (Jawa: vagina busuk).
3. Menganggap shalat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak
dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai
paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di
akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan
Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir
buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa
sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta
alias bohong.
Diskrispi tentang LDII:
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan
Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec.
Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908
menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak
berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang
oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI
No. Kep-089/D. A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII
mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang
didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol).
Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama
dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13
Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal
berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa
mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam
Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits. ). Pengikut tersebut pada
pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol)
bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu:
Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah,
yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at
pada tahun 1953 di Jakarta oleh para
jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah
adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung
Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian
dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo.
LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa
Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah
pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini
(Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta,
21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia).
(Lihat: Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267).
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem
Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan sistem:
“Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah." (lihat situs: alislam. or. id).
Penyelewengan utamanya: Menganggap
Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar
dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat
syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak
masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat 21 orang
dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar
ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul
Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah
Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul
Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh
(Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini
digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku
–kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi
sifat kaum khawarij, kadang nyolongan (suka mencuri) karena ada doktrin
bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun
biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan
dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).
Modus operandinya: Mengajak siapa saja
ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut
mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan
sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa
hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka
lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun
masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus
ditebus dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik
menebusnya dengan duit.
Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan
Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik duit dari
jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya
dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan
ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan
sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada,
sedang duit yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada
yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam
masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.
Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa
Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola
dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5%
perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor
sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam
perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang
disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. (Sumber Radar
Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar
Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI
Jakarta, 2004). [haji/data ada di LPPI]
Source: http://www.nahimunkar.com/kesesatan-ldii-dan-ahmadiyah/